Minggu, 15 Desember 2013

Materi UAS PAI tingkat 1 semester 1



TRANSPLANTASI
         1.4.1 Pengertian Tranplantasi
                Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, transplantasi adalah perpindahan jaringan tubuh dari suatu tempat ke tempat lain.
Menurut istilah kedokteran berarti usaha memindahkan sebagian dari bagian tubuh dari suatu tempat ke tempat lain atau upaya medis untuk memindahkan sel, jaringan, atau organ tubuh dari donor kepada resipien.
                Transplantasi berarti; “suatu proses pemindahan atau pencangkokan jaringan atau organ tubuh dari suatu atau seorang individu ke tempat yang lain pada individu itu atau ke tubuh individu lain”. Dalam dunia kedokteran jaringan atau organ tubuh yang dipindah disebut graft atau transplant. pemberi transplant disebut donor. penerima transplant disebut kost atau resipien.
        Donor organ dapat merupakan orang yang masih hidup ataupun telah meninggal. Penggunaan organ tubuh mayat manusia untuk pengobatan manusia dan untuk kelangsungan hidupnya merupakan suatu kemaslahatan yang dituntut syarak. Oleh sebab itu, dalam keadaan darurat organ tubuh mayat dapat dimanfaatkan untuk pengobatan. Akan tetapi manfaat organ tubuh mayat manusia sebagai obat tersebut harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
·         Pengobatan tidak bisa dilakukan kecuali dengan organ tubuh mayat manusia
·         Manusia yang diobati itu adalah orang yang haram darahnya( seseorang yang memelihara kehormatannya).
·         Apabila jiwa yang akan diselamatkan itu adalah orang yang halal darahnya (seperti seorang yang telah melakukan hukuman kisas atau seorang yang akan dikenai hukuman rajam karena berbuat zina) maka  manfaat organ tubuhmayat tidak boleh dibaginya
·         Penggunaan organ tubuh manusia itu benar-benar dalam keadaan darurat
·         Penggunaan organ tubuh mayat manusia itu mendapat izin dari orang tersebut(sebeum wafat) atau ahli warisnya (setelah wafat).

1.4.2 Jenis-Jenis  Tranplantasi
1.   Dilihat dari segi mana transplantasi diperoleh, maka dapat dibedakan sbb:
Pencangkokan  organ tubuhnya sendiri (ototransplantasi), artinya organ yang   dicangkokan dari tubuhnya sendiri, seperti mengambil kulit kepala atau paha untuk dipindahakan ke tangan dsb.
a.        Pencangkokan organ tubuh manusia yang satu kepada manusia yang  lainnya.
b.        Pencangkokan tubuh hewan kepada manusia (heterotransplantasi), seperti dari simanse kepada manusia.
2.        Mengenai pencangkokan tubuh manusia yang satu kepada manusia yang lainnya dapat diklasifikasikannya menjadi 3 (tiga) tipe :
a)        Donor dalam keadaan hidup sehat.
b)       Donor dalam keadaan hidup koma.
c)        Donor dalam keadaan mati.
3.        Sedangkan pencangkokan dari organ tubuh hewan dapat dibedakan menjadi
a)        Hewan yang najis.
b)       Hewan yang suci.
4.        Dilihat dari segi dasar motif  transplantasi dapat dibedakan :
a)        Penyembuhan penyakit kronis yang mengancam jiwa.
b)       Pemulihan cacat tubuh / praktek kedokteran.
c)        Hanya ingin memperoleh kenikmatan dan pemuasan individual semata.
5.        Melihat dari pengertian diatas, kita bisa membagi transplantasi itu pada 2 (dua) bagian :
             1. Transplantasi Jaringan, seperti pencangkokan cornea mata.
             2. Transplantasi Organ, seperti pencangkokan ginjal, jantung dan sebagainya.
6.               Melihat dari hubungan genetik antara donor (pemberi jaringan atau organ yang ditransplantasikan) dan resipien (orang yang menerima pindahan jaringan atau organ), ada 3 (tiga) macam pencangkokan, yaitu:
1.     Auto Transplantasi, yaitu transplantasi dimana donor resipiennya satu 
individu.  Contohnya seperti seorang yang pipinya dioperasi, untuk memulihkan bentuk, diambilkan daging  dari bagian badannya yang lain dalam badannya sendiri.
2. Homo Transplantasi, yakni dimana transplantasi itu si donor dan resipiennya individu yang sama jenisnya, (jenis disini bukan jenis kelamin, tetapi jenis manusia dengan manusia).  Pada homo transplantasi ini bisa terjadi donor dan resipiennya dua  individu yang masih hidup; bisa juga terjadi antara donor yang telah meninggal dunia  yang disebut cadaver donor, sedang resipien masih hidup.
 3. Hetero Transplantasi, yaitu donor dan resipiennya dua individu         yang berlainan  jenisnya, seperti transplantasi yang donornya adalah hewan sedangkan resipiennya manusia. (Solusi Problematika  Aktual Hukum Islam, Hasil Muktamar NU, HL. 484)
             Pada kasus auto transplantasi hampir selalu tidak pernah mendatangkan reaksi penolakan, sehingga jaringan atau organ yang ditransplantasikan hampir selalu dapat dipertahankan oleh resipien dalam jangka waktu yang cukup lama.
      Pada homo transplantasi dikenal adanya 3 (tiga) kemungkinan:
1. Apabila resipien dan donor adalah saudara kembar yang berasal dari satu telur, maka transplantasi hampir selalu tidak menyebabkan reaksi penolakan. Pada golongan ini hasil transplantasinya serupa dengan hasil transplantasi pada auto transplantasi.
2. Apabila resipien dan donor adalah saudara kandung atau salah satunya adalah orang tuanya, maka reaksi penolakan pada golongan ini lebih besar daripada golongan  pertama, tetapi masih lebih kecil daripada golongan ketiga.
3. Apabila resipien dan donor adalah dua orang yang tidak ada hubungan saudara, maka kemungkinan besar transplantasi selalu menyebabkan reaksi penolakan.
          Pada waktu sekarang homo transplantasi paling sering dikerjakan dalam klinik, terlebih-lebih dengan menggunakan cadaver donor, karena :
 1. Kebutuhan organ dengan mudah dapat dicukupi, karena donor tidak sulit dicari.
 2. Dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat pesat, terutama dalam bidang  immunologi, maka reaksi penolakan dapat ditekan seminimal mungkin.
7.  MACAM-MACAM DONOR TRANSPLANTASI
1.  TRANSPLANTASI AUTOLOGUS, yaitu perpindahan dari satu tempat ketempat lain dalam tubuh itu sendiri, yang dikumpulkan sebelum pemberian kemoterapi.
                      2.  TRANSPLANTASI ALOGENIK, yaitu perpindahan dari satu tubuh ketubuh  lain yang sama spesiesnya, baik ada hubungan keluarga atau tidak.
3.  TRANSPLANTASI SINGENIK, yaitu perpindahan dari satu tubuh ketubuh lain yang identik, misalnya pada kasus kembar identik.
4.  TRANSPLANTASI XENOGRAFT, yaitu perpindahan dari satu tubuh ketubuh lain yang tidak sama spesiesnya.
Organ atau jaringan tubuh yang akan dipindahkan dapat diambil dari donor yang hidup atau dari jenazah orang yang baru meninggal dimana meninggal sendiri didefinisikan kematian batang otak.
1. Organ-organ yang diambil dari donor hidup seperti : kulit ginjal sumsum tulang dan darah (transfusi darah).
2. Organ-organ yang diambil dari jenazah adalah jantung, hati, ginjal, kornea, pankreas, paru-paru dan sel otak.
Ada dua komponen penting yang mendasari tindakan transplantasi (nursing-transplan.blogspot.com), yaitu :
1. Eksplantasi, yaitu usaha mengambil jaringan atau organ manusia yang hidup atau yang sudah meninggal.
2. Implantasi, yaitu usaha menempatkan jaringan atau organ tubuh tersebut kepada bagian tubuh sendiri atau tubuh orang lain.
        1.4.3 Pandangan Tranplantasi dari Segi Agama
        1. Pandangan menurut agama Islam
          Ajaran agama islam mengajarkan kita untuk tidak boleh berputus asa dan menganjurkan untuk senantiasa berikhtiar (usaha) dalam menggapai karunia Allah SWT. Dalam perspektif global, khususnya di negeri Muslim, membolehkan praktek transplantasi organ dengan ketentuan kondisinya darurat dan tidak boleh diperjualbelikan. Pada umumnya, syarat diperbolehkannya transplantasi organ terdiri atas:
·       Harus dengan persetujuan orang tua mayit / walinya atau wasiat mayit.
·       Hanya bila dirasa benar-benar memerlukan dan darurat. Bila tidak darurat dan keperluannya tidak urgen atau mendesak, maka harus memberikan imbalan pantas kepada ahli waris donatur (tanpa transaksi dan kontrak jual-beli).
Menurut Islam hukum transplantasi organ yaitu:
1.  Transplantasi organ tubuh yang dilakukan saat pendonor   hidup sehat maka hukumnya haram.  Firman Allah dalam surat Al-Baqaroah: 195 , artinya:”Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu hke dalam kebinasaan” . Dalam kasus ini, orang yang menyumbangkan sebuah mata atau ginjalnya kepada orang lain yang buta atau tidak mempunyai ginjal, ia (mungkin) akan menghadapi resiko sewaktu-waktu mengalami tidak normalnya atau tidak berfungsinya mata atau ginjalnya yang tinggal sebuah itu Adh Dharuru la yuzalu bi Dharuri .
2.  Apabila transplantasi dilakukan terhadap donor yang dalam keadaan sakit (koma) atau hampir  meninggal, maka hukum Islam pun tidak membolehkan , berdasarkan alasan-alasan  dalam hadits Rasulullah, artinya:”Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh membayakan diri orang lain.” (HR. Ibnu Majah). Dalam kasus ini adalah membuat madaharat pada diri orang lain, yakni pendonor yang dalam keadaan sakit (koma). Orang tidak boleh menyebabkan matinya orang lain. Dalam kasus ini orang yang sedang sakit (koma) akan meninggal dengan diambil organ tubuhnya tersebut. Sekalipun  tujuan dari pencangkokan tersebut adalah mulia, yakni untuk menyembuhkan sakitnya orang lain (resipien). Daf’ul mafaasid muqaddamun ‘ala jalbil mashaalih.
3.  Transplantasi organ tubuh yang dilakukan saat pendonor telah meninggal, ada yang berpendapat boleh dan ada yang berpendapat haram.Haram jika untuk diperjual belikan dan tidak jika dalam keadaan darurat. Surat Al-Maidah: 32, artinya;”Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah ia memelihara kehidupan manusia seluruhnya.” Ayat ini sangat menghargai tindakan kemanusiaan yang dapat menyelematkan jiwa manusia.
Dalam kasus ini seseorang yang dengan ikhlas menyumbangkan organ tubuhnya setelah meninggal, maka Islam membolehkan. Bahkan memandangnya sebagai amal perbuatan kemanusiaan yang tinggi nilainya, lantaran menolong jiwa sesama manusia atau membanatu berfungsinya kembali organ tubuh sesamanya yang tidak berfungsi. (Keputusan Fatwa MUI tentang wasiat menghibahkan kornea mata).

          Dengan demikian, pengcangkokan  dan keberadaan donor  diperbolehkan dalam perspektif kesehatan Islam.  Menjadi pendonor hukumnya mubah (boleh) bahkan bernilai ibadah kalau dilakukan dengan ikhlas asal tidak membinasakan pendonor dan menjadi haram bila membinasakannya. Orang meninggal boleh dimanfaatkan organnya untuk pengobatan dengan catatan sebelum wafat orang tersebut mengizinkannya.
2. Pandangan Menurut Agama Hindu
             Tertulis dalam kitab Dharma Sastra Sarasamuccaya, antara lain Saras III. 39 :
Sudah menjadi hukum keluarga bahwa saat kematian telah tiba tinggallah jasmani yang tidak berguna dan pasti dibuang. Maka itu, berusahalah berbuat berdasarkan darma sebagai sahabatmu untuk mengantarkan engkau ke dunia bahagia kekal.
             Menurut ajaran Hindu transplantasi organ tubuh dapat dibenarkan dengan alasan, bahwa pengorbanan (yajna) kepada orang yang menderita, agar dia bebas dari penderitaan dan dapat menikmati kesehatan dan kebahagiaan, jauh lebih penting, utama, mulia dan luhur, dari keutuhan organ tubuh manusia yang telah meninggal. Tetapi sekali lagi, perbuatan ini harus dilakukan diatas prinsip yajna yaitu pengorbanan tulus iklas tanpa pamrih dan bukan dilakukan untuk maksud mendapatkan keuntungan material.
              Prinsip kesadaran utama yang diajarkan dalam agama Hindu adalah bahwa badan identitas kita yang sesungguhnya bukanlah badan jasmani ini, melainkan adalah Jiwatman (roh). Badan jasmani merupakan benda material yang dibangun dari lima zat (Panca Maha bhuta) dan akan hancur kembali menyatu ke alam makrokosmos dan tidak lagi mempunyai nilai guna. Sedangkan Jiwatman adalah kekal, abadi, dia tidak mati pada saat badan jasmani ini mati, senjata tidak dapat melukaiNya, api tidak bisa membakarNya, angin tidak bisa mengeringkan-Nya dan air tidak bisa membasahi-Nya.
             Dari sudut pandang Agama Hindu transplantasi organ tubuh manusia diperkenankan dengan dasar alasan kemanusiaan secara sukarela untuk menolong nyawa manusia lain, yang tidak diperkenankan menjadikan organ tubuh manusia sebagai objek jual beli secara komersial. Tindakan transplantasi harus didahului dengan serangkaian prosedur yang harus dilalui oleh pasien, selain prosedur test kesehatan terdapat prosedur yang wajib dilakukan oleh pasien yaitu membuat persetujuan secara tertulis tentang kesediannya menjalani transplantasi organ. Agama Hindu tidak melarang umatnya untuk melaksanakan transplantasi organ tubuh dengan dasar yajna (pengorbankan tulus iklas dan tanpa pamrih) untuk kesejahteraan dan kebahagiaan sesama umat manusia. Transplantasi sebagai salah satu bentuk pelaksanaan ajaran Panca Yajna terutama Manusa Yajna serta disesuaikan dengan adat desa setempat karena Agama Hindu sangat fleksibel dan mengikuti perkembangan zaman.
Menurut ajaran Hindu, transplantasi organ tubuh dapat dibenarkan dengan alasan bahwa pengorbanan (yajna) kepada orang yang menderita, agar dia bebas dari penderitaan dan dapat menikmati kesehatan dan kebahagiaan. Tetapi sekali lagi, perbuatan ini harus dilakukan diatas prinsip yajna yaitu pengorbanan tulus iklas tanpa pamrih dan bukan dilakukan untuk maksud mendapatkan keuntungan material. Alasan yang lebih bersifat logis dijumpai dalam kitab Bhagawadgita II.22 sebagai berikut: “Wasamsi jirnani yatha wihaya nawani grihnati naro’parani, tatha sarirani wihaya jirnany anyani samyati nawani dehi” Artinya: seperti halnya seseorang mengenakan pakaian baru dan membuka pakaian lama, begitu pula Sang Roh menerima badan-badan jasmani yang baru, dengan meninggalkan badan-badan lama yang tiada berguna Berkat kemajuan dan bantuan teknologi canggih di bidang medis (kedokteran), maka sistem pencangkokan organ tubuh orang yang telah meninggalpun masih dapat dimanfaatkan kembali bagi kepentingan kemanusiaan. Demikian pandangan agama Hindu terhadap transplantasi. Umat Hindu mempercayai bahwa menolong itu merupakan karma baik karrna dalam agama hindu ada istilah “wasu deva kutum baham” setiap makhluk hidup bersaudara.
3.   Pandangan Transplantasi Menurut Kristen Protestan
          Pada umumnya Gereja memperkenankan transplantasi organ tubuh, adalah Injil Kehidupan, menurut pandangan Iman Kristen transplantasi organ merupakan salah satu bentuk perbuatan yang terpuji karena dapat membantu orang yang kesehatan tubuhnya terganggu atau sakit dan juga ingin menyelamatkan jiwa seseorang. Apabila donor organ tubuh adalah seorang yang telah meninggal dunia, maka tidak timbul masalah normal. Seseorang yang mungkin berkehendak untuk mendonorkan tubuhnya dan memperuntukkannya bagi tujuan-tujuan yang berguna, yang secara  moral tidak bercela dan bahkan luhur dan punya keinginan untuk menolong orang yang sakit dan  menderita maka keputusan ini tidak dikutuk melainkan dibenarkan.
Kaitan transplantasi organ menurut Firman Tuhan : Kejadian 2 : 21 – 22 , lalu Tuhan Allah membuat manusia itu tidur nyenyak, ketika ia tidur, Tuhan    Allah mengambil salah satu rusuk dari padanya, lalu menutup tempat itu dengan daging.
          Kristen protestan sendiri  memperbolehkan transplantasi. Iman kristen didasarkan dalam kehidupan Yesus Kristus. Sepanjang hidupnya, Yesus mengajar orang untuk mencintai satu sama lain dan dia membuktikan cintanya kepada dunia atas salib. Hal ini karena bahwa orang Kristen menganggap donor organ tubuh sebagai tindakan cinta sejati dan cara mengikuti teladan Yesus. Sebuah resolusi pada tahun 1985, yang diadopsi oleh Majelis Umum, mendorong anggota Gereja Kristen (Murid-murid Kristus) untuk mendaftar sebagai donor organ dan dukungan doa mereka yang telah menerima transplantasi organ "Gereja tidak menentang donor organ tubuh selama organ-organ dan jaringan digunakan untuk kehidupan manusia yang lebih baik, yaitu, untuk transplantasi atau untuk penelitian yang akan mengarah pada peningkatan dalam pengobatan dan pencegahan penyakit. Sumbangan organ dan jaringan adalah tindakan yang tidak mementingkan diri sendiri. Dalam pandangan agama Protestan, hal itu tertulis dalam Kitab Matius 22:38-39:
4. Pandangan Transplantasi Menurut Agama katolik
                Pencangkokan ditegaskan Paus Yohanes Paulus I pada September 1978: Mendonorkan anggota tubuh setelah meninggal adalah sumbangan kemanusiaan yang mulia dalam rangka memperbaiki dan memperpanjang hidup sesamanya.
   Katolik melihat organ jaringan donasi sebagai tindakan amal dan cinta. Transplantasi secara moral dan etis dapat diterima oleh Vatikan. Transplantasi di perbolehkan jika dengan niat ikhlas dan tidak untuk diperjualbelikan. Karena agama Katolik itu sangat menjunjung tinggi kehidupan.
5. Pandangan Transplantasi Menurut Agama Budha
   Dalam pengertian Budha, seorang terlahir kembali dengan badan yang baru. Oleh karena itu, pastilah organ tubuh yang telah didonorkan pada kehidupan yang lampau tidak lagi berhubungan dengan tubuh dalam kehidupan yang sekarang. Artinya, orang yang telah mendanakan anggota tubuh tertentu tetap akan terlahir kembali dengan organ tubuh yang lengkap dan normal. Ia yang telah berdonor  kornea mata misalnya, tetap akan terlahir dengan mata normal, tidak buta. Malahan, karena donor adalah salah  satu  bentuk  kamma baik, ketika seseorang berdana kornea mata, dipercaya dalam kelahiran yang berikutnya, ia akan mempunyai mata lebih indah dan sehat dari pada mata yang ia miliki dalam kehidupan saat ini.
   Budha percaya bahwa donasi organ dan jaringan adalah masalah hati nurani individu dan menempatkan nilai tinggi pada tindakan-tindakan belas kasih. Pendeta Gyomay Masao, dan pendiri Candi Budha Chicago mengatakan, "Kita menghormati orang-orang yang menyumbangkan organ tubuh mereka dan untuk kemajuan ilmu pengetahuan dan medis untuk menyelamatkan nyawa. Dalam agama Buddha, berdana berupa transplantasi merupakan Dana Paramita, yang dapat meningkatkan nilai kehidupan manusia di dalam kehidupan yang akan datang.
EUTHANASIA
2.1       Pengertian Euthanasia
Ø Kode Etik Kedokteran Indonesia menggunakan euthanasia dalam tiga arti:
1.        Berpindahnya  ke alam baka dengan tenang dan aman tanpa penderitaan, buat yang beriman dengan nama Tuhan di bibir.
2.        Waktu hidup akan berakhir, diringankan penderitaan si sakit dengan memberi obat penenang
3.        Mengakhiri penderitaan dan hidup seorang sakit dengan sengaja atas permintaan pasien sendiri dan keluarganya.
Ø Menurut hasil seminar aborsi dan euthanasia ditinjau dari segi medis, hukum dan psikologis, euthanasia diartikan :
1.        Dengan sengaja melakukan sesuatu untuk mengakhiri hidup seorang pasien
2.        Dengan sengaja tidak melakukan sesuatu untuk memperpanjang hidup pasien
3.        Dilakukan khusus untuk kepentingan pasien itu sendiri atas permintaan atau tanpa permintaan pasien
Ø  Menurut Philo (50-20 SM) Euthanasia berarti mati dengan tenang dan baik.
Ø     Suetonis penulis Romawi dalam bukunya yang berjudul Vita Ceaserum mengatakan bahwa Euthanasia “mati cepat tanpa derita”. Sejak abad 19 terminologi euthanasia dipakai untuk penghindaran rasa sakit dan peringanan pada umumnya bagi yang sedang menghadapi kematian dengan pertolongan dokter.
Ø     Dari beberapa katagori tersebut, dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur euthanasia adalah sebagai berikut :
a)                    Berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu
b)                   Mengakhiri hidup, mempercepat kematian, atau tidak memperpanjang hidup pasien
c)                    Pasien menderita suatu penyakit yang sulit untuk disembuhkan kembali
d)                   Atas atau tanpa permintaan pasien atau keluarganya
e)                    Demi kepentingan pasien dan keluarganya

2.2       Sejarah Euthanasia
Kata eutanasia berasal dari bahasa Yunani yaitu “eu” (= baik) and “thanatos” (maut, kematian) yang apabila digabungkan berarti “kematian yang baik”. Hippokrates pertama kali menggunakan istilah “eutanasia” ini pada “sumpah Hippokrates” yang ditulis pada masa 400-300 SM.
Sumpah tersebut berbunyi: “Saya tidak akan menyarankan dan atau memberikan obat yang mematikan kepada siapapun meskipun telah dimintakan untuk itu”.
Secara etimologis euthanasia berarti kematian dengan baik tanpa penderitaan, maka dari itu dalam mengadakan euthanasia arti sebenarnya bukan untuk menyebabkan kematian, namun untuk mengurangi atau meringankan penderitaan orang yang sedang menghadapi kematiannya.
Dalam sejarah hukum Inggris yaitu common law sejak tahun 1300 hingga saat “bunuh diri” ataupun “membantu pelaksanaan bunuh diri” tidak diperbolehkan.
2.2.1             Eutanasia dalam dunia modern
Sejak abad ke-19, eutanasia telah memicu timbulnya perdebatan dan pergerakan di wilayah Amerika Utara dan di Eropa Pada tahun 1828 undang-undang anti eutanasia mulai diberlakukan di negara bagian New York, yang pada beberapa tahun kemudian diberlakukan pula oleh beberapa negara bagian.
Setelah masa Perang saudara, beberapa advokat dan beberapa dokter mendukung dilakukannya eutanasia secara sukarela. Kelompok-kelompok pendukung eutanasia mulanya terbentuk di Inggris pada tahun 1935 dan di Amerika pada tahun 1938 yang memberikan dukungannya pada pelaksanaan eutanasia agresif, walaupun demikian perjuangan untuk melegalkan eutanasia tidak berhasil digolkan di Amerika maupun Inggris.
Pada tahun 1937, eutanasia atas anjuran dokter dilegalkan di Swiss sepanjang pasien yang bersangkutan tidak memperoleh keuntungan daripadanya. Pada era yang sama, pengadilan Amerika menolak beberapa permohonan dari pasien yang sakit parah dan beberapa orang tua yang memiliki anak cacat yang mengajukan permohonan eutanasia kepada dokter sebagai bentuk “pembunuhan berdasarkan belas kasihan”.
Pada tahun 1939, pasukan Nazi Jerman melakukan suatu tindakan kontroversial dalam suatu “program” eutanasia terhadap anak-anak di bawah umur 3 tahun yang menderitan keterbelakangan mental, cacat tubuh, ataupun gangguan lainnya yang menjadikan hidup mereka tak berguna. Program ini dikenal dengan nama Aksi T4 (“Action T4″) yang kelak diberlakukan juga terhadap anak-anak usia di atas 3 tahun dan para jompo atau lansia.
2.2.2            Eutanasia pada masa setelah perang dunia
Setelah dunia menyaksikan kekejaman Nazi dalam melakukan kejahatan eutanasia, pada era tahun 1940 dan 1950 maka berkuranglah dukungan terhadap eutanasia, terlebih-lebih lagi terhadap tindakan eutanasia yang dilakukan secara tidak sukarela ataupun karena disebabkan oleh cacat genetika.
2.2.3            Praktek-praktek eutanasia zaman dahulu kala
Praktek-praktek Eutanasia yang dilaporkan dalam berbagai tindakan masyarakat:
  • Di India pernah dipraktekkan suatu kebiasaan untuk melemparkan orang-orang tua ke dalam sungai Gangga.
  • Di Sardinia orang tua dipukul hingga mati oleh anak laki-laki tertuanya di zaman purba.
  • Uruguay mencantumkan kebebasan praktek eutanasia dalam undang-undang yang telah berlaku sejak tahun 1933.
  • Di beberapa negara Eropa, praktek eutanasia bukan lagi kejahatan kecuali di Norwegia yang sejak 1902 memperlakukannya sebagai kejahatan khusus.
  • Di Amerika Serikat, khususnya di semua negara bagian mencantumkan eutanasia sebagai kejahatan. Bunuh diri atau membiarkan dirinya dibunuh adalah melanggar hukum di Amerika Serikat.
  • Satu-satunya negara yang dapat melakukan tindakan eutanasia bagi para anggotanya adalah Belanda. Anggota yang telah diterima dengan persyaratan tertentu dapat meminta tindakan eutanasia atas dirinya. Ada beberapa warga Amerika Serikat yang menjadi anggotanya. Dalam praktek medis, biasanya tidaklah pernah dilakukan eutanasia aktif, akan tetapi mungkin ada praktek-praktek medis yang dapat digolongkan eutanasia pasif.
2.3 Jenis-Jenis Euthanasia
Euthanasia bisa ditinjau dari berbagai sudut, seperti cara pelaksanaanya, dari mana datang permintaan, sadar tidaknya pasien dan lain-lain.
2.3.1            Eutanasia ditinjau dari sudut cara pelaksanaannya
Ditinjau dari sudut maknanya, maka eutanasia dapat digolongkan menjadi dua yaitu eutanasia agresif dan eutanasia non agresif.
1)       Eutanasia agresif : atau suatu tindakan eutanasia aktif yaitu suatu tindakan secara sengaja yang dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan lain untuk mempersingkat atau mengakhiri hidup si pasien. Misalnya dengan memberikan obat-obatan yang mematikan seperti misalnya pemberian tablet sianida atau menyuntikkan zat-zat yang mematikan ke dalam tubuh pasien.
2)       Eutanasia non agresif : atau kadang juga disebut autoeuthanasia (eutanasia otomatis)yang termasuk kategori eutanasia negatif yaitu dimana seorang pasien menolak secara tegas dan dengan sadar untuk menerima perawatan medis dan sipasien mengetahui bahwa penolakannya tersebut akan memperpendek atau mengakhiri hidupnya. Dengan penolakan tersebut ia membuat sebuah “codicil” (pernyataan tertulis tangan). Auto-eutanasia pada dasarnya adalah suatu praktek eutanasia pasif atas permintaan.

2.3.2            Eutanasia ditinjau dari sudut pemberian izin
Ditinjau dari sudut pemberian izin maka eutanasia dapat digolongkan menjadi tiga yaitu :
  • Eutanasia di luar kemauan pasien: yaitu suatu tindakan eutanasia yang bertentangan dengan keinginan si pasien untuk tetap hidup. Tindakan eutanasia semacam ini dapat disamakan dengan pembunuhan.
  • Eutanasia secara tidak sukarela: Eutanasia semacam ini adalah yang seringkali menjadi bahan perdebatan dan dianggap sebagai suatu tindakan yang keliru oleh siapapun juga. Hal ini terjadi apabila seseorang yang tidak berkompeten atau tidak berhak untuk mengambil suatu keputusan misalnya statusnya hanyalah seorang wali dari si pasien (seperti pada kasus Terri Schiavo). Kasus ini menjadi sangat kontroversial sebab beberapa orang wali mengaku memiliki hak untuk mengambil keputusan bagi si pasien.
  • Eutanasia secara sukarela : dilakukan atas persetujuan si pasien sendiri, namun hal ini juga masih merupakan hal kontroversial.
2.3.3            Eutanasia ditinjau dari sudut tujuan
Beberapa tujuan pokok dari dilakukannya eutanasia antara lain yaitu :
  • Pembunuhan berdasarkan belas kasihan (mercy killing)
  • Eutanasia hewan
  • Eutanasia berdasarkan bantuan dokter, ini adalah bentuk lain daripada eutanasia agresif secara sukarela              
Secara garis besar euthanasia dikelompokan dalam dua kelompok, yaitu euthanasia aktif dan euthanasia pasif. Dibawah ini dikemukakan beberapa jenis euthanasia:
a)        Euthanasia aktif
Euthanasia aktif adalah perbuatan yang dilakukan secara aktif oleh dokter untuk mengakhiri hidup seorang (pasien) yang dilakukan secara medis. Biasanya dilakukan dengan penggunaan obat-obatan yang bekerja cepat dan mematikan. Euthanasia aktif terbagi menjadi dua golongan
·         Euthanasia aktif langsung , yaitu cara pengakhiran kehidupan melalui tindakan medis yang diperhitungkan akan langsung mengakhiri hidup pasien. Misalnya dengan memberi tablet sianida atau suntikan zat yang segera mematikan
·         Euthanasia aktif tidak langsung , yang menunjukkan bahwa tindakan medis yang dilakukan tidak akan langsung mengakhiri hidup pasien, tetapi diketahui bahwa risiko tindakan tersebut dapat mengakhiri hidup pasien. Misalnya, mencabut oksigen atau alat bantu kehidupan lainnya.
b)       Euthanasia pasif
Euthanasia pasif adalah perbuatan menghentikan atau mencabut segala tindakan atau pengobatan yang perlu untuk mempertahankan hidup manusia, sehingga pasien diperkirakan akan meninggal setelah tindakan pertolongan dihentikan. Eutanasia pasif juga bisa dikategorikan sebagai tindakan eutanasia negatif yang tidak menggunakan alat-alat atau langkah-langkah aktif untuk mengakhiri kehidupan si sakit. Tindakan pada eutanasia pasif ini adalah dengan secara sengaja tidak lagi memberikan bantuan medis yang dapat memperpanjang hidup pasien. Misalnya tidak memberikan bantuan oksigen bagi pasien yang mengalami kesulitan dalam pernapasan atau tidak memberikan antibiotika kepada penderita pneumonia berat ataupun meniadakan tindakan operasi yang seharusnya dilakukan guna memperpanjang hidup pasien, ataupun dengan cara pemberian obat penghilang rasa sakit seperti morfin walaupun disadari bahwa pemberian morfin ini juga dapat berakibat ganda yaitu mengakibatkan kematian. Eutanasia pasif ini seringkali secara terselubung dilakukan oleh kebanyakan rumah sakit. Penyalahgunaan eutanasia pasif bisa dilakukan oleh tenaga medis, maupun pihak keluarga yang menghendaki kematian seseorang atau keputusasaan keluargan karena ketidaksanggupan menanggung beban biaya pengobatan. Ini biasanya terjadi pada keluarga pasien yang tidak mungkin untuk membayar biaya pengobatannya, dan pihak rumah sakit akan meminta untuk dibuat “pernyataan pulang paksa”. Bila meninggal pun pasien diharapkan mati secara alamiah. Ini sebagai upaya defensif medis.

2.4         Euthanasia Menurut Berbagai Agama di Indonesia
2.4.1 Euthanasia Menurut Agama Islam
Dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah qatlu ar-rahma atau taysir al-maut.  Euthanasia merupakan suatu tindakan medis yang dilakukan secara sadar untuk mengakhiri suatu kehidupan untuk melepaskannya dari penderitaan yang tidak ada perlakuan/pengobatan yang memungkinkan.
Menurut agama Islam sendiri euthanasia memiliki berbagai pendapat dari segi diperbolehkannya atau tidak diperbolehkanyna melakukan tindakan euthanasia karena alasan-alasan tertentu. Syariah Islam merupakan syariah sempurna yang mampu mengatasi segala persoalan di segala waktu dan tempat.
Hukum Euthanasia dalam syariah islam dapat di jawab menurut macamnya, yakni :
a. Euthanasia Aktif
Syariah Islam mengharamkan euthanasia aktif, karena termasuk dalam kategori pembunuhan sengaja (al-qatlu al-‘amad) walaupun niatnya baik yaitu untuk meringankan penderitaan pasien. Hukumnya tetap haram, walaupun atas permintaan pasien sendiri atau keluarganya.
Dalil-dalil dalam masalah ini sangatlah jelas, yaitu dalil-dalil yang mengharamkan pembunuhan. Baik pembunuhan jiwa orang lain, maupun membunuh diri sendiri. Firman Allah SWT :
Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (untuk membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar. (QS Al-An’am : 151)
Dan tidak layak bagi seorang mu`min membunuh seorang mu`min (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja).(QS An-Nisaa` : 92)
Dari dalil-dalil di atas, jelaslah bahwa haram hukumnya bagi dokter melakukan euthanasia aktif. Sebab tindakan itu termasuk ke dalam kategori pembunuhan sengaja (al-qatlu al-amad) yang merupakan tindak pidana (jarimah) dan dosa besar.
Dokter yang melakukan euthanasia aktif, misalnya dengan memberikan suntikan mematikan, menurut hukum pidana Islam akan dijatuhi qishash (hukuman mati karena membunuh), oleh pemerintahan Islam (Khilafah), sesuai firman Allah :
Telah diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh (QS Al-Baqarah : 178). Namun jika keluarga terbunuh (waliyyul maqtuul) menggugurkan qishash (dengan memaafkan), qishash tidak dilaksanakan. Selanjutnya mereka mempunyai dua pilihan lagi, meminta diyat (tebusan), atau memaafkan/menyedekahkan.
Firman Allah SWT :
Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula) (QS Al-Baqarah : 178)
Diyat untuk pembunuhan sengaja adalah 100 ekor unta di mana 40 ekor di antaranya dalam keadaan bunting,berdasarkan hadits Nabi riwayat An-Nasa`i (Al-Maliki, 1990: 111).
Jika dibayar dalam bentuk dinar (uang emas) atau dirham (uang perak), maka diyatnya adalah 1000 dinar, atau senilai 4250 gram emas (1 dinar = 4,25 gram emas), atau 12.000 dirham, atau senilai 35.700 gram perak (1 dirham = 2,975 gram perak) (Al-Maliki, 1990: 113).
b.     Euthanasia Pasif
Adapun hukum euthanasia pasif bergantung kepada pengetahuan kita tentang hukum berobat (at-tadaawi) itu sendiri. Yakni, apakah berobat itu wajib, mandub,mubah, atau makruh. Dalam masalah ini ada perbedaan pendapat. Menurut jumhur ulama, mengobati atau berobat itu hukumnya mandub (sunnah), tidak wajib. Menurut Abdul Qadim Zallum (1998:68) hukum berobat adalah mandub. Tidak wajib. Hal ini berdasarkan berbagai hadits, di mana pada satu sisi Nabi SAW menuntut umatnya untuk berobat, sedangkan di sisi lain, ada qarinah (indikasi) bahwa tuntutan itu bukanlah tuntutan yang tegas (wajib), tapi tuntutan yang tidak tegas (sunnah).
Di antara hadits-hadits tersebut, adalah hadits bahwa Rasulullah SAW bersabda:
 “Sesungguhnya Allah Azza Wa Jalla setiap kali menciptakan penyakit, Dia ciptakan pula obatnya. Maka berobatlah kalian!” (HR Ahmad, dari Anas RA)
Hadits di atas menunjukkan Rasulullah SAW memerintahkan untuk berobat. Dengan demikian, jelaslah pengobatan atau berobat hukumnya sunnah, termasuk dalam hal ini memasang alat-alat bantu bagi pasien.
Abdul Qadim Zallum (1998:69) mengatakan bahwa jika para dokter telah menetapkan bahwa si pasien telah mati organ otaknya, maka para dokter berhak menghentikan pengobatan, seperti menghentikan alat bantu pernapasan dan sebagainya. Hukum pemasangan alat-alat bantu kepada pasien adalah sunnah, karena termasuk aktivitas berobat yang hukumnya sunnah. Karena itu, hukum euthanasia pasif dalam arti menghentikan pengobatan dengan mencabut alat-alat bantu pada pasien –setelah matinya/rusaknya organ otak—hukumnya boleh (jaiz) dan tidak haram bagi dokter. Jadi setelah mencabut alat-alat tersebut dari tubuh pasien, dokter tidak dapat dapat dikatakan berdosa.
2.4.2 Euthanasia Menurut Agama Hindu
Pandangan agama Hindu terhadap euthanasia didasarkan pada ajaran tentang karma, moksa dan ahimsa. Karma merupakan suatu konsekwensi murni dari semua jenis kehendak dan maksud perbuatan, yang baik maupun yang buruk, lahir atau bathin dengan pikiran kata-kata atau tindakan. Sebagai akumulasi terus menerus dari “karma” yang buruk adalah menjadi penghalang “moksa” yaitu suatu kebebasan dari siklus reinkarnasi yang menjadi suatu tujuan utama dari penganut ajaran Hindu. Ahimsa merupakan prinsip “anti kekerasan” atau pantang menyakiti siapapun juga.
Bunuh diri adalah suatu perbuatan yang terlarang didalam ajaran Hindu dengan pemikiran bahwa perbuatan tersebut dapat menjadi suatu factor yang mengganggu pada saat reinkarnasi oleh karena menghasilkan “karma” buruk. Kehidupan manusia merupakan suatu kesempatan yang sangat berharga untuk meraih tingkat yang lebih baik dalam kehidupan kembali. Berdasarkan kepercayaan umat Hindu, apabila seseorang melakukan bunuh diri, maka rohnya tidak akan masuk neraka ataupun surga melainkan tetap berada didunia fana sebagai roh jahat dan berkelana tanpa tujuan hingga ia mencapai masa waktu dimana seharusnya ia menjalani kehidupan (Catatan : misalnya umurnya waktu bunuh diri 17 tahun dan seharusnya ia ditakdirkan hidup hingga 60 tahun maka 43 tahun itulah rohnya berkelana tanpa arah tujuan), setelah itu maka rohnya masuk ke neraka menerima hukuman lebih berat dan akhirnya ia akan kembali ke dunia dalam kehidupan kembali (reinkarnasi) untuk menyelesaikan “karma” nya terdahulu yang belum selesai dijalaninya kembali lagi dari awal.
2.4.3 Euthanasia Menurut Agama Budha
Euthanasia atau mercy killing baik yang aktif atau pasif tidak dibenarkan dalam agama Buddha karena perbuatan membunuh atau mengakhiri kehidupan seseorang ini, walaupun dengan alasan kasih sayang, tetap melanggar sila pertama dari Pancasila Buddhis. Perbuatan membunuh atau mengakhiri hidup seseorang ini sesungguhnya tidak mungkin dapat dilakukan dengan kasih sayang atau karuna. Orang yang memiliki kasih sayang tidak mungkin akan melakukan perbuatan mengakhiri hidup seseorang karena ia menyadari bahwa sesungguhnya hidup merupakan milik yang paling berharga bagi setiap makhluk.
Ia yang memiliki kasih sayang tentu akan menghargai kehidupan setiap makhluk. Ia yang memiliki kasih sayang tentu selalu ingin berusaha untuk menghilangkan penderitaan makhluk lain, tetapi tentunya niat yang luhur ini diwujudkan dengan cara yang benar dan tepat. Terhadap orang yang sedang sakit parah, ia akan mengusahakan secara maksimal agar orang tersebut dapat sembuh.
Sesungguhnya orang yang ‘membunuh karena kasih sayang’ mempunyai ‘dosa citta’ atau pikiran kebencian karena ia sesungguhnya tidak senang melihat keadaan orang yang sedang menderita sakit itu. Ia tentu kesal dengan keadaan orangtuanya yang tidak kunjung sembuh dari penyakitnya. Ia kesal karena ia harus mengeluarkan biaya yang besar untuk pengorbanan orangtuanya itu. Mungkin untuk itu, ia harus meminjam uang ke sana ke mari yang nantinya harus dikembalikan. Ia merasa direpotkan dengan hal-hal semacam itu.
Sang Buddha pernah bersabda sebagai berikut: “Orang itu, jika meninggal dunia pada saat itu, pasti tumimbal lahir di alam dewa, sebab batin orang itu tenang. Orang itu, jika meninggal dunia pada saat itu, pasti tumimbal lahir di alam neraka, sebab batin orang itu gelisah”. Dari sabda Sang Buddha tersebut di atas, jelas bahwa batin atau pikiran seseorang pada saat ia akan meninggal dunia sangat menentukan keadaan kehidupannya yang akan datang. Jika seseorang yang akan meninggal dunia itu mempunyai pikiran yang tenang dan penuh cinta kasih, maka ia akan terlahir kembali di alam yang menyenangkan. Namun, sebaliknya jika mempunyai pikiran yang tidak tenang dan penuh dengan kebencian, maka ia akan terlahir kembali di alam yang menyedihkan. Dalam hal ini, batin seseorang dapat tenang atau tidak menjelang saat kematiannya tentu tidak terlepas dari perbuatan yang pernah dilakukannya pada masa kehidupan lampau. Ada orang yang sakit parah itu meninggal dengan pikiran yang tenang. Namun, pada umumnya orang yang sedang menderita sakit itu mempunyai pikiran yang tidak tenang, kacau, gelisah, dan takut. Jadi kalau kita mengakhiri hidup orang yang sedang sakit itu, maka ini berarti kita menjerumuskannya ke alam yang menyedihkan.
2.4.4 Euthanasia Menurut Agama Kristen Katolik
Gereja Katolik telah berjuang untuk memberikan pedoman sejelas mungkin mengenai penanganan terhadap mereka yang menderita sakit tak tersembuhkan, sehubungan dengan ajaran moral Gereja mengenai euthanasia dan sistem penunjang hidup. Paus Pius XII tidak hanya menjadi saksi dan mengutuk program-program egenetika dan euthanasia Nazi, melainkan juga menjadi saksi atas dimulainya sistem-sistem modern penunjang hidup, Paus Yohanes Paulus II prihatin dengan semakin meningkatnya praktek eutanasia, dalam ensiklik “Evangelium Vitae” (No. 64) memperingatkan kita agar melawan “gejala yang paling mengkhawatirkan dari `budaya kematian’. Katekismus Gereja Katolik (No 2276-2279) memberikan ikhtisar penjelasan ajaran Gereja Katolik. Mengenai masalah ini, prinsip-prinsip berikut mengikat secara moral: Pertama, Gereja Katolik berpegang teguh bahwa baik martabat setiap individu maupun anugerah hidup adalah kudus. Kedua, setiap orang terikat untuk melewatkan hidupnya sesuai rencana Allah dan dengan keterbukaan terhadap kehendak-Nya, dengan menaruh pengharapan akan kepenuhan hidup di surga. Ketiga, dengan sengaja mengakhiri hidup sendiri adalah bunuh diri dan merupakan penolakan terhadap rencana Allah.
Eutanasia secara harfiah diterjemahkan sebagai kematian yang baik atau kematian tanpa penderitaan, adalah “tindakan atau pantang tindakan menurut hakikatnya atau dengan maksud sengaja mendatangkan kematian, dengan demikian menghentikan setiap rasa sakit” (Declaratio de Euthanasia). Dengan kata lain, eutanasia menyangkut mengakhiri hidup dengan sengaja melalui suatu tindakan langsung, seperti suntik mati, atau dengan suatu pantang, seperti membiarkan kelaparan atau kehausan. Perlu dicatat bahwa eutanasia biasa dikenal sebagai “membunuh karena kasihan”; istilah ini paling tepat sebab tindakan yang dilakukan bertujuan untuk membunuh dengan sengaja, tak peduli betapa baik tujuannya, misalnya, untuk mengakhiri penderitaan. Para Uskup Gereja Katolik mengukuhkan bahwa eutanasia itu pelanggaran berat hukum Allah, karena berarti pembunuhan manusia yang disengaja dan dari sudut moril tidak dapat diterima” (Evangelium Vitae, No. 65).
Pasien atau wali dalam kasus pasien tidak sadarkan diri berhak menolak secara tulus atau mengakhiri prosedur-prosedur luar biasa tersebut, yang tidak lagi menjawab situasi nyata pasien, tidak menawarkan manfaat yang proporsional, tidak menawarkan pengharapan yang masuk akal akan manfaatnya, yang mendatangkan beban teramat berat bagi pasien maupun keluarga, atau sekedar karena “kegagahan”. Keputusan yang demikian adalah yang paling tepat apabila kematian jelas di ambang pintu serta tak terhindarkan. Di sini, orang dapat menolak bentuk-bentuk perawatan yang hanya sekedar memperpanjang hidup dengan disertai resiko dan beban berat. Dalam kasus-kasus demikian, orang dapat menyerahkan diri ke dalam tangan kasih Tuhan dan bersiap diri meninggalkan dunia ini, sembari mempertahankan sarana-sarana perawatan kesehatan biasa.
Sebagai contoh ada orang yang menghadapi ajal karena prostrate yang telah menjalar ke seluruh tubuhnya. Terakhir kali saya menjenguknya di rumah sakit, ia telah dalam keadaan koma. ia makan lewat selang makanan dan bernapas lewat respirator. Ia mengalami gagal ginjal pula. Para dokter menyampaikan kepada keluarga bahwa tak ada lagi yang dapat mereka lakukan dan bahwa situasinya tak dapat berubah. Hingga tahap itu, teknologi medis tak dapat memberikan pengharapan kesembuhan atau manfaat, melainkan hanya sekedar menunda proses kematian. Keluarga memutuskan untuk menghentikan respirator, yang sekarang telah menjadi sarana luar biasa, dan beberapa menit kemudian oaring tersebut pun pergi menjumpai Tuhan-nya. Tindakan ini secara moral dibenarkan dan dibedakan dari tindakan mengakhiri hidup secara sengaja.
2.4.5 Euthanasia Menurut Agama Kristen Protestan
Gereja Protestan terdiri dari berbagai denominasi yang mana memiliki pendekatan yang berbeda-beda dalam pandangannya terhadap eutanasia dan orang yang membantu pelaksanaan eutanasia.
Beberapa pandangan dari berbagai denominasi tersebut misalnya :
  • Gereja Methodis (United Methodist church) dalam buku ajarannya menyatakan bahwa : ” penggunaan teknologi kedokteran untuk memperpanjang kehidupan pasien terminal membutuhkan suatu keputusan yang dapat dipertanggung jawabkan tentang hingga kapankah peralatan penyokong kehidupan tersebut benar-benar dapat mendukung kesempatan hidup pasien, dan kapankah batas akhir kesempatan hidup tersebut”.
  • Gereja Lutheran di Amerika menggolongkan nutrisi buatan dan hidrasi sebagai suatu perawatan medis yang bukan merupakan suatu perawatan fundamental. Dalam kasus dimana perawatan medis tersebut menjadi sia-sia dan memberatkan, maka secara tanggung jawab moral dapat dihentikan atau dibatalkan dan membiarkan kematian terjadi.
Seorang kristiani percaya bahwa mereka berada dalam suatu posisi yang unik untuk melepaskan pemberian kehidupan dari Tuhan karena mereka percaya bahwa kematian tubuh adalah merupakan suatu awal perjalanan menuju ke kehidupan yang lebih baik.
Lebih jauh lagi, pemimpin gereja Katolik dan Protestan mengakui bahwa apabila tindakan mengakhiri kehidupan ini dilegalisasi maka berarti suatu pemaaf untuk perbuatan dosa, juga dimasa depan merupakan suatu racun bagi dunia perawatan kesehatan, memusnahkan harapan mereka atas pengobatan.
Sejak awalnya, cara pandang yang dilakukan kaum kristiani dalam menanggapi masalah “bunuh diri” dan “pembunuhan berdasarkan belas kasihan (mercy killing) adalah dari sudut “kekudusan kehidupan” sebagai suatu pemberian Tuhan. Mengakhiri hidup dengan alasan apapun juga adalah bertentangan dengan maksud dan tujuan pemberian tersebut.
2.5 Tinjauan Etis Euthanasia
Tinjauan Kedokteran Profesi tenaga medis sudah sejak lama menentang euthanasia sebab profesi kedokteran adalah untuk menyembuhkan dan bukan untuk mematikan. Profesi medis adalah untuk merawat kehidupan dan bukan untuk merusak kehidupan. Sumpah Hipokrates jelas-jelas menolaknya, “Saya tidak akan memberikan racun yang mematikan ataupun memberikan saran mengenai hal ini kepada mereka yang memintanya.” Sumpah ini kemudian menjadi dasar sumpah seluruh dokter di dunia, termasuk di Indonesia. Mungkin saja sumpah ini bukan Hipokrates sendiri yang membuatnya.
Dalam pasal 9, bab II Kode Etik Kedokteran Indonesia tentang kewajiban dokter kepada pasien, disebutkan bahwa seorang dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk insani. Ini berarti bahwa menurut kode etik kedokteran, dokter tidak diperbolehkan mengakhiri hidup seorang yang sakit meskipun menurut pengetahuan dan pengalaman tidak akan sembuh lagi. Tetapi apabila pasien sudah dipastikan mengalami kematian batang otak atau kehilangan fungsi otaknya sama sekali, maka pasien tersebut secara keseluruhan telah mati walaupun jantungnya masih berdenyut. Penghentian tindakan terapeutik harus diputuskan oleh dokter yang berpengalaman yang mengalami kasus-kasus secara keseluruhan dan sebaiknya hal itu dilakukan setelah diadakan konsultasi dengan dokter yang berpengalaman, selain harus pula dipertimbangkan keinginan pasien, kelurga pasien, dan kualitas hidup terbaik yang diharapkan.
2.6 Tinjauan Filosofis-Etis
Dari segi filosofis, persoalan euthanasia berhubungan erat dengan pandangan otonomi dan kebebasan manusia di mana manusia ingin menguasai dirinya sendiri secara penuh sehingga dapat menentukan sendiri kapan dan bagaimana ia akan mati (hak untuk mati). Perdebatan mengenai euthanasia dapat diringkas sebagai berikut: atas nama penghormatan terhadap otonomi manusia, manusia harus mempunyai kontrol secara penuh atas hidup dan matinya sehingga seharusnya ia mempunyai kuasa untuk mengakhiri hidupnya jika ia menghendakinya demi pengakhiran penderitaan yang tidak berguna.
Tidak sedikit juga yang mendukung euthanasia. Argumentasi yang banyak dipakai adalah hak pasien terminal: the right to die. Menurut mereka, jika pasien sudah sampai akhir hidupnya, ia berhak meminta agar penderitaannya segera diakhiri. Beberapa hari yang tersisa lagi pasti penuh penderitaan. Euthanasia atau bunuh diri dengan bantuan hanya sekedar mempercepat kematiannya, sekaligus memungkinkan “kematian yang baik”, tanpa penderitaan yang tidak perlu.
2.7 Tinjauan Yuridis Euthanasia
Di Indonesia dilihat dari perundang-undangan dewasa ini, memang belum ada pengaturan (dalam bentuk undang-undang) yang khusus dan lengkap tentang euthanasia. Satu-satunya yang dapat dipakai sebagai landasan hukum, adalah yang terdapat di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia. Kitab undang-undang Hukum Pidana mengatur sesorang dapat dipidana atau dihukum jika ia menghilangkan nyawa orang lain dengan sengaja ataupun karena kurang hati-hati. Ketentuan pelangaran pidana yang berkaitan langsung dengan euthanasia aktif tedapat pada pasal 344 KUHP.
Pasal 344 KUHP:
Barangsiapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutnya dengan nyata dan dengan sungguh-sungguh, dihukum penjara selama-lamanya dua belas tahun. Ketentuan ini harus diingat kalangan kedokteran sebab walaupun terdapat beberapa alasan kuat untuk membantu pasien atau keluarga pasien mengakhiri hidup atau memperpendek hidup pasien, ancaman hukuman ini harus dihadapinya.
BAYI TABUNG
A.                  Pengertian Bayi Tabung
Bayi tabung adalah upaya pembuahan sel telur (ovum) di luar tubuh wanita. Teknologi ini telah dirintis oleh PC Steptoe dan RG Edwards pada 1977. Hingga kini banyak pasangan yang kesulitan memperoleh anak mencoba menggunakan teknologi bayi tabung. Prosedur bayi tabung ini dimulai dengan perangsangan indung telur istri dengan hormon. Ini untuk memacu perkembangan sejumlah folikel. Folikel adalah gelembung yang berisi sel telur. Perkembangan folikel dipantau secara teratur dengan alat ultrasonografi dan pengukuran kadar hormon estradional dalam darah.
Pengambilan sel telur dilakukan tanpa operasi, tetapi lewat pengisapan cairan folikel dengan tuntunan alat ultrasonografi transvaginal. Cairan folikel tersebut kemudian segera dibawa ke laboratorium. Seluruh sel telur yang diperoleh selanjutnya dieramkan dalam inkubator.
Bayi tabung adalah bayi hasil konsepsinya (dari pertemuan antara sel telur dan sperma) yang dilakukan dalam sebuah tabung yang dipersiapkan sedemikian rupa di laboratorium. Didalam laboratorium tabung tersebut dibuat sedemikian rupa sehingga menyerupai dengan tempat pembuahannya yang asli yaitu rahim ibu atau wanita. Dibuat sedemikian rupa sehingga temperatur dan situasinya persis sama dengan aslinya. Prosenya mula-mula dengan suatu alat khusus semacam alat untuk laparoskopi dilakukan pengambilan sel telur dari wanita yang baru saja mengalami ovulasi. Kemudian sel telur yang diambil tadi dibuahi dengan sperma yang sudah dipersiapkan dalam tabung yang suasananya dibuat persis seperti dalam rahim. Setelah pembuahan hasil konsepsi tersebut dipelihara beberapa saat dalam tabung tadi sampai pada suatu saat tertentu akan dicangkokan ke dalam rahim wanita tersebut. Selanjutnya diharapkan embrio itu akan tumbuh sebagaimana layaknya di dalam rahim wanita dan sudah tentu wanita tersebut akan mengalami kehamilan, perkembangan selama kehamilan seperti biasa.

B.                   Tujuan Penemuan Bayi Tabung
Pada mulanya program pelayanan ini bertujuan untuk menolong pasangan suami istri yang tidak mungkin memiliki keturunan secara alamiah disebabkan tuba falopii istrinya mengalami kerusakan yang permanen. Namun, mulai ada perkembangan dimana kemudian program ini diterapkan pula pada pasutri yang memiliki penyakit atau kelainan lainnya yang menyebabkan tidak dimungkinkan untuk memperoleh keturunan.

2.2             Jenis Program Bayi Tabung
A.      Pembuahan Dipisahkan dari Hubungan Suami-Isteri
Teknik bayi tabung memisahkan persetubuhan suami-istri dari pembuahan bakal anak. Dengan teknik tersebut, pembuahan dapat dilakukan tanpa persetubuhan. Dengan demikian teknik kedokteran telah mengatur dan menguasai hukum alam yang terdapat dalam tubuh manusia pria dan wanita. Dengan pemisahan antara persetubuhan dan pembuahan ini, maka bisa muncul banyak kemungkinan lain yang menjadi akibat dari kemajuan ilmu kedokteran di bidang pro-kreasi manusia.

B.       Wanita Sewaan untuk Mengandung Anak
Ada kemungkinan bahwa benih dari suami-istri tidak bisa dipindahkan ke dalam rahim sang istri, oleh karena ada gangguan kesehatan atau alasan-alasan lain. Dalam kasus ini, maka diperlukan seorang wanita lain yang disewa untuk mengandung anak bagi pasangan tadi. Dalam perjanjian sewa rahim ini ditentukan banyak persyaratan untuk melindungi kepentingan semua pihak yang terkait. Wanita yang rahimnya disewa biasanya meminta imbalan uang yang sangat besar. Suami-istri bisa memilih wanita sewaan yang masih muda, sehat dan punya kebiasaan hidup yang sehat dan baik. Praktik seperti ini biasanya belum ada ketentuan hukumnya, sehingga kalau muncul kasus bahwa wanita sewaan ingin mempertahankan bayi itu dan menolak uang pembayaran, maka pastilah sulit dipecahkan.

C.      Sel Telur atau Sperma dari Seorang Donor
Masalah ini dihadapi kalau salah satu dari suami atau istri mandul; dalam arti bahwa sel telur istri atau sperma suami tidak mengandung benih untuk pembuahan. Itu berarti bahwa benih yang mandul itu harus dicarikan penggantinya melalui seorang donor.
Masalah ini akan menjadi lebih sulit karena sudah masuk unsur baru, yaitu benih dari orang lain. Pertama, apakah pembuahan yang dilakukan antara sel telur istri dan sel sperma dari orang lain sebagai pendonor itu perlu diketahui atau disembunyikan identitasnya. Kalau wanita tahu orangnya, mungkin ada bahaya untuk mencari hubungan pribadi dengan orang itu. Ketiga, apakah pria pendonor itu perlu tahu kepada siapa benihnya telah didonorkan. Masih banyak masalah lain lagi yang bisa muncul.

2.3             Pandangan Agama Islam Mengenai Program Bayi Tabung
Masalah ini sejak tahun 1980-an telah banyak dibicarakan di kalangan Islam, baik di tingkat nasional maupun internasional. Misalnya Majlis Tarjih Muhammadiyah dalam Muktamarnya tahun 1980, mengharamkan bayi tabung dengan sperma donor sebagaimana diangkat oleh Panji Masyarakat edisi nomor 514 tanggal 1 September 1986. Lembaga Fiqih Islam Organisasi Konferensi Islam (OKI) dalam sidangnya di Amman tahun 1986 mengharamkan bayi tabung dengan sperma donor atau ovum, dan membolehkan pembuahan buatan dengan sel sperma suami dan ovum dari isteri sendiri.
Fatwa MUI:
1.        Bayi tabung dengan sperma dan ovum dari pasangan suami isteri yang sah hukumnya mubah (boleh), sebab hak ini termasuk ikhtiar berdasarkan kaidah-kaidah agama.
2.        Bayi tabung dari pasangan suami-isteri dengan titipan rahim isteri yang lain (misalnya dari isteri kedua dititipkan pada isteri pertama) hukumnya haram berdasarkan kaidah Sadd az-zari’ah, sebab hal ini akan menimbulkan masalah yang rumit dalam kaitannya dengan masalah warisan (khususnya antara anak yang dilahirkan dengan ibu yang mempunyai ovum dan ibu yang mengandung kemudian melahirkannya, dan sebaliknya).
3.        Bayi tabung dari sperma yang dibekukan dari suami yang telah meninggal dunia hukumnya haram berdasarkan kaidah Sadd a z-zari’ah, sebab hal ini akan menimbulkan masalah yang pelik, baik dalam kaitannya dengan penentuan nasab maupun dalam kaitannya dengan hal kewarisan.
4.        Bayi tabung yang sperma dan ovumnya diambil dari selain pasangan suami isteri yang sah hukumnya haram, karena itu statusnya sama dengan hubungan kelamin antar lawan jenis di luar pernikahan yang sah (zina), dan berdasarkan kaidah Sadd az-zari’ah, yaitu untuk menghindarkan terjadinya perbuatan zina sesungguhnya.

Hukum senada juga difatwakan oleh Nahdlatul Ulama (NU) sebagai hasil dari forum Munas Alim Ulama di Kaliurang, Yogyakarta pada 1981. Hanya saja NU memberikan penekanan bahwa apabila sperma yang ditabung tersebut milik suami-istri, tetapi cara mengeluarkannya tidak muhtaram, maka hukumnya juga haram. "Mani muhtaram adalah mani yang keluar/dikeluarkan dengan cara yang tidak dilarang oleh syara’. "Seandainya seorang lelaki berusaha mengeluarkan spermanya (dengan beronani) dengan tangan istrinya, maka hal tersebut diperbolehkan, karena istri memang tempat atau wahana yang diperbolehkan untuk bersenang-senang.
2.4             Pandangan Agama Kristen Mengenai Program Bayi Tabung
a.        Pandangan Agama Kristen Katolik
                Gereja katolik tidak mengijinkan bayi tabung. Sebab bayi tabung merupakan teknologi fertilisasi atau konsepsi yang dilakukan oleh para ahli. Jika manusia mengolah bayi tabung, artinya manusia itu sudah melampaui kewajaran atau melebihi kuasa Allah Bapa yang sudah menciptakan manusia. Fertilisasi in vitro menghapuskan tindakan kasih perkawinan sebagai sarana terjadinya kehamilan, dan bukannya membantu tindakan kasih suami isteri itu mencapai tujuannya yang alami. Kehidupan baru tidak dibuahkan melalui suatu tindakan kasih antara suami dan isteri, melainkan melalui suatu prosedur laboratorium yang dilakukan oleh para dokter atau ahli medis. Suami dan isteri hanya sekedar sebagai sumber “bahan baku” telur dan sperma, yang kemudian dimanipulasi oleh seorang ahli sehingga menyebabkan sperma membuahi telur. Tak jarang pula dipergunakan telur atau sperma dari “donor”. Artinya, ayah atau ibu genetik dari anak bisa saja seorang lain dari luar perkawinan. Hal ini dapat menimbulkan situasi yang membingungkan bagi si anak kelak, apabila ia mengetahui bahwa salah satu dari orangtua yang membesarkannya, bukanlah orangtua bilogisnya.
                Menurut gereja katolik pernikahan bukanlah tujuan untuk mendapatkan anak, tetapi ada tujuan lain, yaitu untuk menyatukan seorang laki-laki dan seorang wanita yang sudah direncanakan Tuhan. Dengan melihat janji pernikahan menurut agama katolik, yaitu:
1.        Tidak boleh diceraikan, kecuali oleh maut.
2.        Suka
3.        Duka
4.        Miskin dan
5.        Kaya.
                Seorang anak akan diberikan Tuhan jika calon orang tua sudah siap. Karena apa yang diberikan Tuhan, itu semua adalah rencana-Nya, dan itu baik buat manusia.
                Persatuan cinta suami istri berlansung secara jasmaniah sedangkan bayi tabung mengingkari kodrat perkawinan. Seorang suami karena ingin memiliki anak lalu dia ingin menikah lagi dengan wanita lain sangat dilarang oleh agama katolik. Karena pernikahan dilakukan untuk seumur hidup baik suka maupun duka.
Praktek IVF / bayi tabung dan ET itu tidak sesuai dengan ajaran Gereja Katolik, karena beberapa alasan, diantaranya:
a.       Umumnya IVF melibatkan aborsi, karena embryo yang tidak berguna dihancurkan/dibuang.
b.        IVF adalah percobaan yang tidak mempertimbangkan harkat sang bayi sebagai manusia, melainkan hanya untuk memenuhi keinginan orang tua.
c.       Pengambilan sperma dilakukan dengan masturbasi. Masturbasi selalu dianggap sebagai perbuatan dosa, dan tidak pernah dibenarkan.
d.      Persatuan sel telur dan sperma dilakukan di luar hubungan suami istri yang normal.
e.       Praktek IVF atau bayi tabung menghilangkan hak sang anak untuk dikandung dengan normal, melalui hubungan perkawinan suami istri. Jika melibatkan ‘ibu angkat’, ini juga berarti menghilangkan haknya untuk dikandung oleh ibunya yang asli.

b.        Pandangan Agama Kristen Protestan
                Menurut pandangan agama Kristen protestan, program bayi tabung diizinkan untuk dilaksanakan. Asalkan, dalam konteks yang melaksanakannya adalah pasangan suami isteri yang sudah diberkati atau dinikahi. Program ini dilaksanakan karena banyak orang yang masih mendambakan anak yang lahir dari rahimnya sendiri. Tuhan berfirman "Segala sesuatu diperbolehkan." Benar, tetapi bukan segala sesuatu berguna. "Segala sesuatu diperbolehkan." Benar, tetapi bukan segala sesuatu membangun. (l korintus 10:23).
                Program bayi tabung merupakan hasil pemikiran manusia. TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya,- demikian manusia itu menjadi makhluk yang hidup (Kejadian 2:7).

                                Bayi tabung boleh dilakukan asalkan dilakukan oleh pasangan suami isteri yang sah dan tidak melibatkan orang lain. Maksudnya tidak menyewa rahim atau mengambil sel telur milik wanita lain selain isterinya. Dan tidak mengambil atau menggunakan sperma laki-laki lain selain suaminya. Mengapa? karena lebih baik orang itu suami atau isteri menikah lagi, dari pada melakukan hal ini. Karena perbuatan ini adalah pebuatan berzinah. Sebab ada tertulis "Jangan berzinah"(Keluaran 20:14). Alangkah baiknya jika pasangan suami isteri yang ingin memiliki anak mengikuti program ini, dari pada suami tidak menikahi isteri orang lain dan melakukan hal-hal yang tidak diinginikan. Demikain halnya dengan pasangan suami isteri yang tidak memiliki biaya untuk mengikuti program bayi tabung bisa mengandalkan doa. Seperti yang terdapat di Lukas 1:5-25 [Pemberitahuan tentang kelahiran Yohanes Pembabtis). Dalam Bagian ini diceritakan bahwa Elisabet adalah perempuan mandul. Karena Rlisabet dan suaminya Zakharia meminta dengan sungguh-sungguh dan tanpa henti-henti akhirnya Tuhan menjawab doa mereka. TUHAN mengutus malaikatnya untuk menyampaikan kabar ini kepada Zakaria pada saat Zakaria membakar ukupan di Bait Suci. Malaikat juga mengatakan bahwa kerika anak itu lahir Zakaria harus menamai anak itu Yohanes.
                                Bayi tabung bukan dilakukan melalui hubungan seks. Itulah sebabnya agama Kristen menyetujui. Karena pada mulanya Tuhan Yesus lahir kebumi bukan melalui hubungan seks antara Maaria dan Yusuf, melainkan melalui roh kudus. (Lukas 2:28-38; Pemberitahuan tentang Kelahiran Yesus)

2.5             Pandangan Agama Hindu Mengenai Program Bayi Tabung
Menurut Ketut Wilamurti, S.Ag dari Parisada Hindu Dharma Indonesia (PDHI) dan Bhikku Dhammasubho Mahathera dari Konferensi Sangha Agung Indonesia  (KASI).
Embrio adalah mahluk hidup. Sejak bersatunya sel telur dan sperma, ruh Brahman sudah ada didalamnya, tanda-tanda kehidupan ini jelas terlihat. Karena itu, embrio yang dihasilkan baik secara alarm" (hamil karena hubungan seks/tanpa menggunakan teknologi fertilisasi), dan kehamilan non alami (hamil karena menggunakan teknologi fertilisasi; Bayi tabung) merupakan suatu hasil ciptaan Ranying Hatalla dan hasil ciptaan manusia.
Menurut agama Hindu program bayi tabung tidak disetujui karena sudah melanggar ketentuan. Diartikan melanggar ketentuan karena sudah melanggar kewajaran Tuhan (Ranying Hatalla) untuk menciptakan manusia.
Bayi Tabung:
1.        Bayi tabung dapat diterima atas persetujuan suami-isteri.
Bayi tabung dilakukan oleh pasangan suami isteri yang siap dan mengingini seorang anak. Tidak ada satupun yang bisa melarang termasuk hukum. Karena hak ini terdapat dalam UUD bab XA Pasal 28B ayat l yaitu setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.
2.        Insemi atau pembuahan secara suntik bagi umat hindu dipandang tidak sesuai dengan tata kehidupan agama hindu, karena tidak melalui ciptaan Tuhan.
Walaupun bayi tabung bisa dilakukan oleh pasangan suami isteri yang siap dan mengingini anak, Agama hindu kaharingan tidak mengizinkan atau memperbolehkan teknologi fertilisasi ini. Karena perbuatan ini sudah melanggar hak cipta yang dilakukan oleh Ranying Hatalla. Seperti yang diakui oleh umat hindu bahwa Ranying Hatala Katamparan yaitu Ranyaing Hatala yang telah menciptakan manusia. Pada mulanya ranying Menciptakan nenek moyang (disebut Raja Bunu) di Pantai danum Sangiang, sebelum diturunkan ke Pantai Danum Kalunen Ranying Hatalla terlebih dahulu membekali Raja Bunu dengan segala aturan, tata cara, bahkan pengalaman langsung untuk menuju ke kehidupan sempurna yang abadi.
2.6             Pandangan Agama Budha Mengenai Program Bayi Tabung
Ketika banyak agama merasa terancam dengan pemikiran modern dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, Agama Buddha justru sebaliknya mendapatkan tempat untuk berjalan beriringan. Ketika banyak agama menolak teori evolusi, perkembangan bioteknologi, maupun teori tanpa batas tepi (teori kosmologi mengenai ketiadaan awal maupun akhir dari alam semesta oleh Stephen Hawking), agama Buddha sebaliknya tidak langsung menolak hal-hal tersebut. Bagi ajaran Buddha, perkembangan tekonologi bagaikan pisau yang di satu sisi dapat dimanfaatkan untuk memotong di dapur, namun di sisi lain dapat dipakai untuk menusuk orang lain. Jadi, alih-alih ajaran Buddha menolak pisau tersebut, melainkan alasan penggunaan pisau tersebut yang ditolak oleh Beliau ketika dipakai untuk melukai.
Kesimpulannya, di dalam ajaran Agama Buddha itu sendiri tidak ditolak adanya bayi tabung. Bahkan kloning pun juga tidak di tolak. Jadi, di lain kata dapat dikatakan bahwa bayi tabung atau inseminasi buatan di dalam agama ini diperbolehkan.
KELUARGA BERENCANA
2.1           Pengertian KB
KB dapat dipahami sebagai suatu program nasional yang dijalankan pemerintah untuk mengurangi populasi penduduk, karena diasumsikan pertumbuhan populasi penduduk tidak seimbang dengan ketersediaan barang dan jasa. Dalam pengertian ini, KB didasarkan pada teori populasi menurut Thomas Robert Malthus. KB dalam pengertian pertama ini diistilahkan dengan tahdid an-nasl (pembatasan kelahiran). Disisi lain KB atau keluarga berencana itu telah diselewengkan fungsinya. Pengertian Keluarga Berencana yang sebenarnya adalah keluarga yang merencanakan sekolah, pekerjaan, makanan, dan bukan mencegah kehamilan. Namun  sekolah dan pekerjaan bukan kita yang mengatur, sebab Allah yang akan mengaturnya. Mengatur makanan juga perlu, akan tetapi merencanakan jumlah anggota keluarga dan waktunya atas izin Allah SWT tntunya merupakan suatu ilmu yang Allah SWT berikan untuk umatnya.
Kontrasepsi sebagai sarana pengaturan jarak kehamilan sampai saat ini masih menjadi kontroversi di kalangan ilmuwan Islam. Ada yang menyatakn bahwa KB merupakan rekayasa Yahudi untuk melemahkan Islam. Namun masalah yang beredar di masyarakat bahwa KB merupakan rekayasa Yahudi blum dapat dikatakn benar karena dapat kita lihat bahwa masyarakat Yahudi sendiri, misalnya di Eropa dan Amerika sangat menjaga jumlah anak yang dilahirkan dengan menggunakan cara KB ini. Persentase penggunaan alat KB di negara-negara tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan di negara-negara Islam. Kalau memang KB itu buruk, tentunya mereka tidak akan seteledor itu menggunakannya.
Alat KB merupakan metode yang dapat dipilih. Sesuai dengan kebutuhan dan karakteristiknya, alat ini tidak akan mengganggu kesuburan atau kesehatan, sehingga diharapkan dapat diatur kapan saat yang baik untuk hamil (dalam batas kemampuan manusia). Semua alat KB ini tentunya mempunyai keterbatasan, yang kita kenal dengan istilah “kegagalan KB” (tetap hamil walaupun sudah ber-KB dengan baik). Kegagalan KB ini bervariasi antara di bawah 1% (pada sterilisasi pria/wanita dan pil KB) sampai sekitar 20-30% (pada istibra berkala/sistem kalender, kondom, diaphragma, yelly vagina, atau coitus interuptus/sanggama terputus/Azl). Intinya manusia sadar bahwa ikhtiarnya maksimal hanya bisa sekitar 97-98% karena kesempurnaan bukanlah milik manusia.

2.2           Pandangan Agama Mengenai KB
A.             Pandangan Agama Islam
KB secara prinsipil dapat diterima oleh Islam, bahkan KB dengan maksud menciptakan keluarga sejahtera yang berkualitas dan melahirkan keturunan yang tangguh sangat sejalan dengan tujuan syari`at Islam yaitu mewujudkan kemashlahatan bagi umatnya. Selain itu, Kb juga memiliki sejumlah manfaat yang dapat mencegah timbulnya kemudlaratan. Bila dilihat dari fungsi dan manfaat KB yang dapat melahirkan kemaslahatan dan mencegah kemudlaratan maka tidak diragukan lagi kebolehan KB dalam Islam.
1.      Halal Kalau Motivasinya Benar
Motivasi yang melatar-belakanginya bukan karena takut tidak mendapat rezeki. Karena bila motivasinya seperti ini, berarti kita telah kufur kepada salah satu sifat Allah, yaitu Ar-Razzaq. Sifat Allah SWT yang satu ini harus kita imani dalam bentuk kita yakin sepenuhnya bahwa tidak ada satu pun bayi lahir kecuali Allah telah menjamin rezeki untuknya. Karena itu membunuh bayi karena takut kelaparan dianggap sebagai dosa besar di dalam Al-Quran.
Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka. (QS. Al-An’am: 151)
Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar. (QS. Al-Isra’:31)
Motivasi yang dibenarkan adalah mencegah sementara kehamilan untuk mengatur jarak kelahiran itu sendiri. Atau karena alasan medis berdasarkan penelitian para ahli berkaitan dengan keselamatan nyawa manusia bila harus mengandung anak. Dalam kasus tertentu, seorang wanita bila hamil bisa membahayakan nyawanya sendiri atau nyawa anak yang dikandungnya. Dengan demikian maka dharar itu harus ditolak.
2.      Halal Kalau Metodenya Dibenarkan Syariah
Metode pencegah kehamilan serta alat-alat yang digunakan haruslah yang sejalan dengan syariat Islam. Ada metode yang secara langsung pernah dicontohkan langsung oleh Rasulullah SAW dan para shahabat dan ada juga yang memang diserahkan kepada dunia medis dengan syarat tidak melanggar norma dan etika serta prinsip umum ketentuan Islam.
Contoh metode pencegah kehamilan yang pernah dilakukan di zaman Rasulullah SAW adalah ‘azl (coitus interruptus).
Dari Jabir berkata:` Kami melakukan `azl di masa Nabi saw sedang Al-Qur`an turun (HR Bukhari dan Muslim)  Dari Jabir berkata: `Kami melakukan `azl di masa Rasulullah saw, dan Rasul mendengarnya tetapi tidak melarangnya` (HR muslim).
Sedangkan metode di zaman ini yang tentunya belum pernah dilakukan di zaman Rasulullah SAW membutuhkan kajian yang mendalam dan melibat para ahli medis dalam menentukan kebolehan atau keharamannya.
·         Pandangan Al-Qur’an Tentang Keluarga Berencana
Dalam al-Qur’an banyak sekali ayat yang memberikan petunjuk yang perlu kita laksanakan dalam kaitannya dengan KB diantaranya ialah :
-          Surat An-Nisa’ ayat 9, yang artinya:
“Dan hendaklah takut pada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah.Mereka khawatir terhadap kesejahteraan mereka.Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”.
Selain ayat diatas masih banyak ayat yang berisi petunjuk tentang pelaksanaan KB diantaranya ialah suratal-Qashas: 77, al-Baqarah: 233, Lukman: 14, al-Ahkaf: 15, al-Anfal: 53, dan at-Thalaq: 7.
Dari ayat-ayat diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa petunjuk yang perlu dilaksanakan dalam KB antara lain, menjaga kesehatan istri, mempertimbangkan kepentingan anak, memperhitungkan biaya hidup berumah tangga.
·                     Pandangan al-Hadits Tentang Keluarga Berencana
Dalam Hadits Nabi diriwayatkan:
“Sesungguhnya lebih baik bagimu meninggalkan ahli warismu dalam keadaan berkecukupan dari pada meninggalkan mereka menjadi beban atau tanggungan orang banyak.”
Dari hadits ini menjelaskan bahwa suami istri mempertimbangkan tentang biaya rumah tangga selagi keduanya masih hidup, jangan sampai anak-anak mereka menjadi beban bagi orang lain. Dengan demikian pengaturan kelahiran anak hendaknya dipikirkan bersama.
·                     Batasan Keluarga Berencana Dalam Islam
Mengenai boleh atau tidaknya keluarga berencana dalam islam, terjadi pro dan kontra, ada yang melarang dan ada yang memperbolehkan seperti yang diuraikan sebelumnya. Walaupun demikian dalam makalah ini saya setuju dengan dibolehkannya kelurga berencana, karena dengan begitu akan mempermudah pemerintah untuk pemerataan perekonomian sebagai salah satu upaya pemerintah dalam mensejahterakan warga negaranya.
Ada banyak pendapat mengenai boleh atau tidaknya KB dalam pandangan islam antara lain:
Mahmud Syaitut berpendapat, kalau program KB itu dimaksudkan sebagai usaha pembatasan anak dalam jumlah tertentu, misalnya hanya 3 anak untuk setiap keluarga dalam segala kondisi tanpa kecuali, maka hal tersebut bertentangan dengan syariat Islam, hukum alam dan hikmah Allah menciptakan manusia ditengah-tengah alam semesta ini untuk kesejahteraan hidupnya. Tetapi jika kelahiran atau usaha pencegahan kehamilan sementara atau untuk selamanya , sehubungan dengan kondisi khusus, baik untuk kepentingan keluarga yang bersangkutan maupun untuk kepentingan masyarakat dan negara tidak dilarang oleh agama. Misalnya suami/istri menderita penyakit yang berbahaya yang bisa menurun kepada keturunannya.(Vide Mahmud Syaitut, Al-Fatawa . Darul Qalam, s.a, hlm.294-297)
Jika program Keluarga Berencana (KB) dimaksudkan untuk membatasi kelahiran, maka hukumnya tidak boleh. Karena Islam tidak mengenal pembatasan kelahiran (tahdid an-nasl).Bahkan, terdapat banyak hadits yang mendorong umat Islam untuk memperbanyak anak. Misalnya: Tidak bolehnya membunuh anak apalagi karena takut miskin (QS. al-Isra’: 31), perintah menikahi perempuan yang subur dan banyak anak, penjelasan yang menyebutkan bahwa Rasulullah berbangga di Hari Kiamat dengan banyaknya pengikut beliau (HR. Nasa’i, Abu Dawud, dan Ahmad), dan sebagainya. Yang dikenal dalam Islam adalah pengaturan kelahiran (tanzhim an-nasl).Hal ini didasarkan pada para sahabat yang melakukan azal di masa Nabi, dan beliau tidak melarang hal tersebut.(HR. Bukhari dan Muslim). Azal adalah mengeluarkan sperma di luar rahim ketika terasa akan keluar, atau istilah medisnya Coitus interuptus atau senggama terputus, yaitu dilakukan sewaktu berhubungan suami isteri , dimana pengeluaran dari sperma dilakukan diluar vagina.
Beberapa alasan yang membenarkan pengaturan kelahiran antara lain: pertama, kekhawatiran akan kehidupan dan kesehatan ibu jika ia hamil atau melahirkan, berdasarkan pengalaman atau keterangan dari dokter yang terpercaya. Firman Allah: “Dan janganlah kalian campakkan diri kalian dalam kebinasaan.” (QS. al-Baqarah: 195)., khawatir akan kesulitan materi yang terkadang menyebabkan munculnya kesulitan dalam beragama, lalu menerima saja sesuatu yang haram dan melakukan hal-hal yang dilarang demi anak-anaknya. Allah berfirman: “Allah menghendaki kemudahan bagi kalian dan tidak menghendaki kesulitan.” (QS. al-Baqarah: 185). Ketiga, alasan kekhawatiran akan nasib anak-anaknya; kesehatannya buruk atau pendidikannya tidak teratasi). Alasan lainnya adalah agar bayi memperoleh susuan dengan baik dan cukup, dan dikhawatirkan kehadiran anak selanjutnya dalam waktu cepat membuat hak susuannya tidak terpenuhi.Membatasi anak dengan alasan takut miskin atau tidak mampu memberikan nafkah bukanlah alasan yang dibenarkan.Sebab, itu mencerminkan kedangkalan akidah, minimnya tawakal dan keyakinan bahwa Allah Maha Memberi rezeki. Allah Swt. berfirman: “Dan janganlah kalian membunuh anak-anak kalian karena takut miskin. Kamilah yang memberi rezeki kepada mereka dan kepada kalian.” (QS. al-Isra: 31).
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa didalam Al-qur`an dan Hadist , yang merupakan sumber pokok hukum Islam dan yang menjadi pedoman hidup umat islam, tidak ada nas yang sharih (clear steatment) yang melarang ataupun yang memerintahkan ber-KB secara eksplisit. Karena itu hukum ber-KB harus dikembalikan kepada kaidah kaidah hukum islam yang menyatakan Pada dasarnya segala sesuatu perbuatan itu boleh , kecuali ada dalil yang menunjukan keharamannya.
Selain berpegang dengan kaidah hukum islam tersebut diatas , kita juga bisa menemukan beberapa ayat Al-qur`an dan Hadist Nabi yang memberikan indikasi, bahwa pada dasarnya Islam memperbolehkan orang ber-KB. Bahkan kadang-kadang hukum ber-KB itu bisa berubah dari mubah (boleh) menjadi sunah, wajib makruh atau haram , seperti halnya hukum perkawinan bagi orang islam yang hukum asalnya mubah. Tetapi hukum mubah ini bisa berubah sesuai dengan kondisi dan situasi individu muslim yang bersangkutan dan juga memperhatikan perubahan zaman, tempat dan keadaan masyarajkat dan negara. Hal ini sesuai dengan kaidah hukum islam yang artinya: hukum – hukum itu bisa berubah sesuai dengan perubahan zaman tempat dan keadaan.
-   Surat An-nisa ayat 9 yang artinya
”Dan hendaklah orang-orang merasa khawatir kalau mereka meninggalkan dibelakang mereka anak cucu yang lemah , yang mereka khawatir akan kesejahteraanya . oleh karena itu hendaknya merka bertakwa kepada Allah dan hendaknya mengucapkan yang benar”.
-   Surat Al-Baqarah ayat 233 yang artinya :
”Para ibu hendaknya menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi orang yang ingin menyempurnakan penyusuannya. Dan ayah berkewajiban memberi makan dan pakaian kepada ibu dengna cara yang patut. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya .Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan ahli warisnya berkewajiban demekian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengna kerelaan dari keduannya untuk musyawarah , maka tidak adadosa atau keduanya. Dan jika ingin anaknya disusukan oleh orang lain , maka tidak ada dosa baginya apabila kamu memberikan pembayaran mneurut yang patut. Bertakwalah kepada Allh dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”.

-   Surat Luqman ayat 14, yang artinya:
”Dan Kami amanatkan kepada manusia terhadap kedua orang tuanya. Ibunya yang telah mengandung dalam keadaan lemah dan telah menyapihnya dalam dua tahun .bersyukurlah kepada-KU dan kepada orang tuamu. KepadaKu-lah kamu kembali.”
Dari ayat-ayat diatas memberi petunjuk kepada kita bahwa kita perlu melaksanakan perencanaan keluarga atas dasar mencapai keseimbangan antara mendapatkan keturunan dengan:
Ø      Terpeliharanya kesehatan ibu anak, terjaminnya keselamatan jiwa ibu karena beban jasmani dan rohani selama hamil , melahirkan, menyusui dan memelihara anak serta timbulbya kejadian-kejadian yang tidak diinginkan dalam keluarganya.
Ø      Terpeliharanya kesehatan jiwa , kesehatan jasmani dan rohani anak serta tersedianya pendidikan bagi anak
Ø      Terjaminnya keselamatan agama orang tua yang dibebani kewajiban mencukupkan kebutuhan hidup keluarga
Dalam ber-KB islam membolehkan untuk Kb coitus Interuptus, IUD dan laktasi, tetapi untuk KB yang sifatnya sterilisasi seperti vasektomi dan tubektomi yang berakibat pemandulan tetap hal ini dilarang dalam agama, karena ada beberApa hal yang prinsipal, yaitu:
Sterilisasi bertentangan dengan tujuan pokok perkawinan menurut islam , yakni : perkawinan lelaki dan wanita selain bertujuan unutk mendapatkan kebAhagiaan suami istri dalam hidupnya dunia akhirat, juga unutk mendapatkan keturunan yang sah yang diharapakan menjadi anak yang saleh sebagai penerus cita-citanya.Mengubah ciptaan Tuhan dengan jalan memotong dan menghilangkan sebagian tubuh yang sehat dan berfungsi (saluran telur).Melihat aurat orang lain (aurat besar), karena pada dasarnya islam melarang orang melihat aurat orang lain meskipun sama jenis kelaminnya, kecuali dalam keadaan emergency/ darurat.
B.                        Pandangan Agama Kristen
Menurut Kejadian 1:28, “Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepadamereka: “beranak- cuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi “, firman Tuhan menjelaskan dalam ayat ini bahwa manusia diberi tugas oleh Allah untuk berketurunan dan memenuhi bumi guna menjaga, mengolah, merawat, mengusahakan, dan berkuasa atas bumi.(band. Juga Kej.2:15).Namun sebelum itu manusia harus diberkati terlebih dahulu oleh Allah.Ilustrasi diatas adalah contoh keseharian manusia.Apakah keputusan yang diambil pasangan suami istri itu benar?Mungkin dimata manusia, itu tindakan yang tepat tapi belum tentu di mata Tuhan.Disinilah kita dapat melihat perbedaan antara Etika sosial dengan etika Kekristenan.
            Etika sosial menonjolkan peran manusia, yakni masyarakat dan hati nurani.Etika social bersifat humanistik dalam pengambilan keputusan tentang apa yang baik yang harus dilakukan seseorang.
Secara etika social keputusan untuk ber-KB yang diambil pasangan suami istri itu adalah tepat, karena mengingat kegiatan sang istri yang sangat padat dan rencana keselamatan sang buah hati yang belum ada.Mungkin jika sang istri memaksakan diri untuk hamil, selain aktivitasnya akan terganggu, keselamatan calon anakpun akan terancam.Namun Etika Kristen berbicara tentang kehendak Tuhan.Ukuran untuk menilai tindakan atau tingkah laku manusia menurut Etika Kristen harus dilihat dan dipertimbangkan dalam kaitannya dengan kehendak Tuhan.Hal ini penting sebab tindakan yang dinilai benar adalah tindakan yang sesuai dengan kehendak Tuhan. Sedangkan mencari kehendak Tuhan berarti juga mencari Tuhan itu sendiri.Berangkat dari pemahaman ini, keputusan yang diambil pasangan suami istri itu telah bertentangan dengan kehendak Tuhan, sebab dalam (Kej 1:28) tadi telah dijelaskan bahwa salah satu tugas manusia adalah untuk berketurunan,sedangkan pasangan ini belum mau untuk berketurunan walaupun alasan yang diajukan masuk akal dan sangat manusiawi. Menunda kehadiran anak dalam keluarga sama juga menolak anugerah Tuhan dalam hidup manusia. Sesuai dengan firman Tuhan dalam Matius 18:5 “Dan barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku”.
            Bertitik tolak dari semua ini, apakah kita boleh menyimpulkan bahwa program KB tidak baik dimata Tuhan?  Belum tentu.
            Penyelenggaraan Program KB di Indonesia Khususnya, sangatlah bermanfaat untuk meningkatkan kesejahteraan hidup.Dalam KB terdapat aspek yang ingin dicapai dalam bidang pembangunan seperti pembangunan social, kesehatan, pendidikan dan pengetahuan umum, modernisasi kehidupan, pembangunan melalui ekonomi dan social, serta kesejahteraan rakyat.Aspek-aspek ini berkaitan erat dengan tugas manusia dalam pengusahaan. Pemeliharaan,pengolahan dan penguasaan bumi.Sebenarnya program ini memiliki tujuan yang baik yaitu hanya menunda laju angka pertumbuhan penduduk, bukan menghentikan manusia untuk bergenerasi.Namun pemanfaatan program ini sering salah digunakan sehingga citra KB dianggap buruk oleh sebagian masyarakat.
            Berdasarkan paham agama-agama yang ada di Indonesia, pada umumnya menyatakan dapat menerima gagasan Keluarga Berencana. Dengan kata lain prinsip untuk mensejahterakan umat manusia dari program KB ini tidak dilarang oleh agama manapun
            Hanya saja perbedaan pandangan yang masih ada ialah tentang cara-cara pelaksanaannya atau alat-alat yang boleh dan tidak boleh digunakan dalam KB
Berikut ini adalah beberapa ayat yang menjelaskan anak dari perfektif Allah.

Ø  Anak adalah hadiah dari Allah (kejadian 4:1;kejadian 33:5).

-                Kejadian 4:1
Kemudian manusia itu bersetubuh dengan hawa, istrinya, dan mengandunglah perempuan itu, lalu melahirkan kain; maka kata perempuan itu: ” aku telah mendapat seorang anak laki-laki dengan pertolongan Tuhan.”
-                Kejadian 33:5
Kemudian Esau melayangkan pandangannya, dilihatnya perempuan-perempuan dan anak-anak itu, lalu ia bertanya: “siapakah orang-orang yang beserta engkau itu?: jawab yakub: “anak-anak yang telah di karuniakan Allah kepada hambamu ini.”

Ø  Anak adalah warisan dari Tuhan (Mazmur 127:3-5).
-             Mazmur 127:3-5
Ayat 3
Banyak orang yang berkata tentang aku:
“Baginya tidak ada pertolongan dari pada Allah.”
Ayat 4
Tetapi Engkau, TUHAN, adalah perisai yang melindungi aku, Engkaulah                                          
kemuliaanku dan yang mengangkat kepalaku.
Ayat 5
Dengan nyaring aku berseru kepada TUHAN, dan Ia menjawab aku dari gunung- Nya yang kudus.”
Ø  Anak adalah berkat dari Tuhan (Lukas 1:42).
-                Lukas 1:42
Lalu berseru dengan suara  nyaring: “diberkatilah Engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu.
Ø  Anak adalah mahkota orang-orang tua (Amsal 17:6).
-                Amsal 17:6
Mahkota orang-orang tua adalah anak cucu dan kehormatan anak-anak ialah nenek moyang mereka.
Ø  Allah memberkati perempuan-perempuan mandul dengan anak-anak (Mazmur 113:9; kejadian 21:1-3; 25:21-22; 30:1-2; 1 Samuel 1:6-8; Lukas 1:7,24-25).
-    Mazmur 113:9
Ia mendudukan perempuan yang mandul di rumah sebagai ibu anak-anak, penuh suka cita.
Haleluya!
-    Kejadian 21:1-3
Ayat 1
Tuhan memperhatikan Sara, seperti yang di firmankan-Nya, dan Tuhan  melakukan kepada Sara seperti yang di janjikan-Nya.
Ayat 2
Maka mangandunglah Sara, lalu ia melahirkan seorang anak laki-laki bagi Abraham dalam masa tuanya, pada waktu yang telah ditetapkan, sesuai dengan firman Allah kepadanya.
Ayat 3
Abraham menamai anaknya yang baru lahir itu Ishak, yang dilahirkan Sara baginya.
-    Kejadian 25:21-25
Ayat 21
Berdoalah Ishak kepada Tuhan untuk istrinya, sebab istrinya itu mandul; Tuhan mengabulkan doanya, sehingga Ribka istrinya itu mengandung.
Ayat 22
tetapi anak-anaknya bertolak-tolakkan di dalam rahimnya dan ia berkata: “ jika demikian halnya, mengapa aku hidup?” dan ia pergi meminta petunjuk kepada Tuhan.
Ayat 23
Firman Tuhan kepadanya: “dua bangsa ada dalam kandungannya, dan dua suku bangsa akan berpencar dari dalam rahimmu; suku bangsa yang satu akan lebih kuat dari yang lain, dan anak yang tua akan menjadi hamba kepada anak yang muda.”
Ayat 24
Setelah genap harinya untuk bersalin, memang anak kembar yang didalam kandungannya.
Ayat 25
Keluarlah yang pertama, warnanya merah, seluruh tubuhnya seperti jubah berbulu; sebab itu ia di namai Esau.

-                Kejadian 30:1-2
Ayat 1
Ketika di lihat Rahel, bahwa ia tidak melahirkan anak bagi Yakub, cemburulah ia kepada kakaknya itu, lalu berkata kepada Yakub: “berikanlah kepadaku anak; kalau tidak, aku akan mati.”
Ayat 2
Maka bangkitlah amarah Yakub terhadap  Rahel dan ia berkata: “aku kah pengganti Allah, yang telah menghalangi engkau mengandung?”
-                1 Samuel 1:6-8
Ayat 6
Tetapi madunya selalu menyakiti hatinya supaya ia gusar, karena Tuhan telah menutup kandungannya.
Ayat 7
Demikiannlah terjadi dari tahun ke tahun; setiap kali Hana pergi kerumah Tuhan, Penina menyakiti hati Hana, sehingga ia menangis dan tidak mau makan.
Ayat 8
Lalu Elkana, suaminya, berkata kepadanya: “Hana, mengapa engkau menangis, dan mengapa engkau tidak mau makan? Mengapa hatimu sedih?Bukankah aku lebih berharga bagimu daripada sepuluh anak laki-laki?”
-                Lukas 1:7,24-25
Ayat 7
Tetapi mereka tidak mempunyai anak, sebab Elisabeth mandul dan keduanya telah lanjut umurnya.
Ayat 24-25
Beberapa lama kemudian Elisabeth, istrinya, megandung dan selama lima bulan ia tidak menampakkan diri, katanya inilah suatu perbuatan Tuhan bagiku, dan sekarang Ia berkenan menghapuskan aibku didepan orang.

Ø  Allah membentuk anak-anak dalam kandungan (Mazmur 139:13-16).
-                Mazmur 139:13-16
Sebab Engkaulah yang membentuk buah pinggangku, menenun aku dalam kandungan ibuku. Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib, ajaib apa yang Kaubuat, dan jiwaku benar-benar menyadarinya. Tulang-tulangku tidak terlindung bagi-Mu, ketika aku dijadikan ditempat yang tersembunyi, dan aku direkam dibagian-bagian bumi yang paling bawah, mata-Mu melihat selagi aku bakal anak, dan dalam kitab-Mu semuanya tertulis hari-hari yang akan dibentuk, sebelum ada satupun dari padanya.
Ø  Allah mengetahui anak-anak sebelum mereka dilahirkan (Yeremia 1:5; Galatia 1:15).
-             Yeremia 1:5
Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau, dan sebelum engkau keluar dari kandungan, Aku telah menguduskan engkau, Aku telah menetapkan engkau menjadi nabi bagi bagsa-bangsa.

-             Galatia 1:15
Tetapi waktu Ia, yang telah memilih aku sejak kandungan ibuku dan memanggil aku oleh kasih karunia-Nya.

C.             Pandangan Agama Budha
Masalah kependudukan dan keluarga berencana belum timbul ketika budha Gautama masih hidup. Tetapi kita bisa menelaah ajarannya yang relevan dengan makna keluarga berencana. Kebahagiaan dalam keluarga adalah adanya hidup harmonis antara suami istri dan antara orang tua dan anaknya. Kewajiban orang tua terhadap anaknya adalah berusaha menimbulkan dan memperkembangkan kesejahteraan untuk anak-anaknya.
Jadi, bila kita perhatikan kewajiban tersebut maka program KB patut dilaksanakan karena KB menimbulkan kesejahteraan keluarga. Keluarga berencana dibenarkan dalam agama budha dan umat budha dibebaskan memilih cara KB yang cocok.
Menurut agama Buddha, semua gerak kehidupan terjadi karena adanya hukum Sebab dan Akibat atau hukum Karma. Hal ini berarti bahwa segala sesuatu yang terjadi dan tercipta dalam alam semesta ini, disebabkan oleh karena adanya proses sebab dan akibat.
Sebab adanya Keluarga Berencana adalah karena adanya keluarga yang tidak sejahtera yang dikarenakan karena adanya pertambahan jumlah kelahiran yang tidak terbatas, yang sama sekali tidak seimbang dengan tambahan makanan dan sarana-sarana sosial dan pendidikan. Karena itu usaha Keluarga Berencana adalah untuk mengendalikan, membatasi, menjarangkan kelahiran dengan cara-cara ilmiah yang dihalalkan oleh agama.
Adapun pencegahan kehamilan secara ilmiah tersebut adalah :
1. Menggunakan sifat-sifat ilmiah dari badan (sistim berkala)
2. Menggunakan alat medis untuk wanita, yaitu dalam bentuk tablet dan alat-alat kedokteran seperti IUD (Intra Uterine Device = alat-alat kandungan) atau spiral
3. Untuk pria digunakan kondom (sarkom)
4. Menggunakan cara operasi yang sifatnya tetap seperti :
1)     Untuk Pria : Castrasi (kebiri) kedua buah zakar diambil serta Vasectomi pengikatan pembuluh sperma
2)     Untuk Wanita : Operasi Kaisar, pemotongan kandungan dan Cigasi, pengikatan saluran kesuburan
Pandangan agama Buddha tentang pencegahan kelahiran yang dilakukan di dalam proses Keluarga Berencana bukan merupakan pembunuhan tetapi untuk menahan proses kehidupan serta tidak bertentangan dengan Pancasila Buddhis yang pertama "Kami berjanji untuk menghindari Pembunuhan / Panatipata Veramani Sikkhapadang Samadiyami ", karena yang disebutkan adanya unsur pembunuhan adalah :
1. Adanya makhluk hidup
2. Mengetahui bahwa makhluk itu ada dan hidup.
3. Adanya niat untuk membunuh makhluk tersebut
4. Dilaksanakannya perbuatan membunuh itu
5. Dan terbunuhnya makhluk tersebut akibat perbuatan membunuh itu
Dan kontrasepsi dilakukan atas dasar saling pengertian antara suami istri dengan maksud memberikan kesempatan mendidik, merawat dan mempersiapkan diri untuk penghidupan anak-anak yang sudah ada yang disesuaikan dengan kemampuan sosial ekonomi dari orang tuanya.
Serta tidak adanya unsur-unsur untuk melarikan diri dari rasa tanggung jawab teknis maupun biologis. Dan harus ada dasar bimbingan dan pengawasan para ahli yang bersangkutan.
Hal ini sesuai dengan Buddha Dharma adalah untuk mencapai kebahagiaan hidup dalam keluarga dengan terbentuknya Keluarga Sejahtera.
D.            Pandangan Agama Hindu
KB menurut Agama Hindu diperbolehkan karena Kb dapat membatasi jumlah anak dengan tujuan agar sejahtera.

2.3         Tujuan Dari Ber-KB
Gerakan KB dan pelayanan kontrasepsi memiliki tujuan:
a.      Tujuan demografi yaitu mencegah terjadinya ledakan penduduk dengan menekan laju pertumbuhan penduduk (LLP) dan hal ini tentunya akan diikuti dengan menurunnya angka kelahiran atau TFR (Total Fertility Rate) dari 2,87 menjadi 2,69 per wanita. Pertambahan penduduk yang tidak terkendalikan akan mengakibatkan kesengsaraan dan menurunkan sumber daya alam serta banyaknya kerusakan yang ditimbulkan dan kesenjangan penyediaan bahan pangan dibandingkan jumlah penduduk. Hal ini diperkuat dengan teori Malthus (1766-1834) yang menyatakan bahwa pertumbuhan manusia cenderung mengikuti deret ukur, sedangkan pertumbuhan bahan pangan mengikuti deret hitung.
b.     Mengatur kehamilan dengan menunda perkawinan, menunda kehamilan anak pertama dan menjarangkan kehamilan setelah kelahiran anak pertama serta menghentikan kehamilan bila dirasakan anak telah cukup.
c.       Mengobati kemandulan atau infertilitas bagi pasangan yang telah menikah lebih dari satu tahun tetapi belum juga mempunyai keturunan, hal ini memungkinkan untuk tercapainya keluarga bahagia.
d.      Married Conseling atau nasehat perkawinan bagi remaja atau pasangan yang akan menikah dengan harapan bahwa pasangan akan mempunyai pengetahuan dan pemahaman yang cukup tinggi dalam membentuk keluarga yang bahagia dan berkualitas.
e.     Tujuan akhir KB adalah tercapainya NKKBS (Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera) dan membentuk keluarga berkualitas, keluarga berkualitas artinya suatu keluarga yang harmonis, sehat, tercukupi sandang, pangan, papan, pendidikan dan produktif dari segi ekonomi.

INSEMINASI
2.1            Pengertian Inseminasi
Secara sederhana, inseminasi (buatan) adalah proses penempatan sperma dalam organ reproduksi wanita dengan tujuan untuk mendapatkan kehamilan. Ini harus dilakukan pada masa paling subur dari seorang wanita, yakni sekitar 24-48 jam sebelum ovulasi terjadi. Inseminasi buatan yang paling populer digunakan adalah IUI atau Intra Uterine Insemination. IUI merupakan proses fertility treatment yang melibatkan air mani yang dicuci dan kemudian ditransfer ke dalam rahim wanita dengan menggunakan jarum suntik khusus. Cara ini merupakan cara yang paling umum dan biasanya berhasil.
2.2                 Jenis-jenis Inseminasi
Selain IUI, ada juga beberapa proses inseminasi lain yang perlu kita ketahui:
1.      Intravaginal Insemination (IVI)
Yaitu jenis inseminasi yang paling sederhana, dan melibatkan penempatan sperma ke dalam vagina wanita. Idealnya, sperma harus ditempatkan sedekat mungkin dengan leher rahim. Metode inseminasi ini dapat digunakan bila menggunakan sperma donor, dan ketika tidak ada masalah dengan kesuburan wanita. Namun, tingkat keberhasilan IVI tidak sesukses IUI, dan ini merupakan proses inseminasi yang tidak umum.
2.      Intracervical Insemination (ICI)
Dengan proses ICI, sperma ditempatkan secara langsung di dalam leher rahim. Sperma tidak perlu dicuci, seperti dengan IUI, karena air mani tidak langsung ditempatkan di dalam rahim. ICI lebih umum daripada IVI, tapi masih belum sebaik IUI dari prosentase keberhasilannya. Dan lagi, biaya inseminasi dengan ICI biasanya lebih rendah daripada IUI karena sperma tidak perlu dicuci.

3.      Intratubal Insemination (ITI)
Proses ITI merupakan penempatan sperma yang tidak dicuci langsung ke tuba fallopi seorang wanita. Sperma dapat dipindahkan ke tabung melalui kateter khusus yang berlangsung melalui leher rahim, naik melalui rahim, dan masuk ke saluran tuba. Metode lainnya dari ITI adalah dengan operasi laparoskopi. Sayangnya, inseminasi melalui ITI memiliki resiko lebih besar untuk infeksi dan trauma, dan ada perdebatan dikalangan ahli tentang kefektifannya daripada IUI biasa. Karena sifatnya invasif, biaya ITI lebih tinggi, dan tingkat keberhasilannya tidak pasti.
Dengan adanya proses inseminasi ini, banyak pasangan yang akhirnya berhasil memiliki buah hati. Namun, sering kali kemajuan teknologi ini disalahgunakan. Yang paling populer adalah dengan adanya donor sperma, terutama bagi kalangan lesbian atau penganut kebebasan hidup.

2.3                 Pandangan Agama terhadap Inseminasi
·                     Agama Islam
Masalah inseminasi buatan ini menurut pandangan Islam termasuk masalah Kontemporer, karena tidak terdapat hukumnya secara spesifik di dalam al-Qur’an dan al-Sunnah bahkan dalam kajian fiqih klasik sekalipun. Karena itu, kalau masalah ini hendak dikaji menurut hukum islam maka harus dikaji dengan memakai metode ijtihad yang lazimnya dipakai oleh para ahli ijtihad (mujtahid), agar dapat ditemukan hukumnya yang sesuai dengan prinsip dan jiwa al-Qur’an dan al-Sunnah yang merupakan sumber pokok hukum Islam. Namun, kajian masalah inseminasi buatan ini seyogyanya menggunakan pendekatan multi disipliner, tentunya oleh para ulama dan cendekiawan muslim dari berbagai disiplin ilmu yang relevan, agar dapat diperoleh kesimpulan hukum yang benar-benar proporsional dan mendasar. Misalnya ahli kedokteran, peternakan, biologi, hukum, agama dan etika.
Menurut Mahmud Syaltut penghamilan buatan (jika menggunakan sperma donor) adalah pelanggaran yang tercela dan dosa besar, setara dengan zina, karena memasukkan mani’ orang lain ke dalam rahim perempuan tanpa ada hubungan nikah secara syara’, yang dilindungi hukum syara’. Hal senada juga disampaikan oleh Yusuf Al-Qardlawi. Beliau  menyatakan bahwa Islam mengharamkan pencakokan sperma apabila pencakokan itu bukan dari sperma suami.
Dengan demikian, dapat dikatakan hukum inseminasi buatan dan bayi tabung pada manusia harus diklasifikasikan persoalannya secara jelas. Bila dilakukan dengan sperma atau ovum suami isteri sendiri, maka hal ini dibolehkan, asal keadaan suami isteri tersebut benar-benar memerlukan inseminasi buatan untuk membantu memperoleh keturunan. Hal ini sesuai dengan kaidah ‘al-hajaatu tanzilu manzilah al dharurah’ (hajat atau kebutuhan yang sangat mendesak diperlakukan seperti keadaan darurat).
Sebaliknya, kalau inseminasi buatan itu dilakukan dengan bantuan donor sperma dan ovum, maka diharamkan dan hukumnya sama dengan zina. Sebagai akibat hukumnya, anak hasil inseminasi itu tidak sah dan nasabnya hanya berhubungan dengan ibu yang melahirkannya. Dalam surat Al-Isra ayat 70 disebutkan bahwa “Dan Sesungguhnya Telah kami muliakan anak-anak Adam, kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang Sempurna atas kebanyakan makhluk yang Telah kami ciptakan”.
Ayat tersebut menunjukkan bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan sebagai makhluk yang mempunyai kelebihan/keistimewaan sehingga melebihi makhluk-makhluk Tuhan lainnya. Dan Tuhan sendiri berkenan memuliakan manusia, maka sudah seharusnya manusia bisa menghormati martabatnya sendiri serta menghormati martabat sesama manusia. Pemuliaan manusia bukan hanya dari sisi fisik, namun sisi keturunan pun Allah bedakan dengan makhluk lain. Sehingga inseminasi buatan dengan donor itu pada hakikatnya dapat merendahkan harkat manusia sejajar dengan tumbuh-tumbuhan dan hewan yang diinseminasi.
Adapun hadits Nabi Saw yang mengatakan, “tidak halal bagi seseorang yang beriman kepada Allah dan hari akhir menyiramkan airnya (sperma) pada tanaman orang lain (istri orang lain).” (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan dipandang Shahih oleh Ibnu Hibban).
Berdasarkan hadits tersebut para ulama sepakat mengharamkan seseorang melakukan hubungan seksual dengan wanita hamil dari istri orang lain.
·                     Agama Kristen
Vatikan secara resmi tahun 1987 telah mengecam keras pembuahan buatan, bayi tabung, ibu titipan dan seleksi jenis kelamin anak, karena dipandang tak bermoral dan bertentangan dengan harkat manusia.
Hal ini karena beberapa alasan, di antaranya:
a.      Melibatkan aborsi
b.      Tidak mempertimbangkan harkat sang bayi sebagai manusia
c.      Masturbasi (pengambilan sperma) selalu dianggap sebagai perbuatan dosa
d.      Dilakukan di luar suami istri yang normal
e.      Menghilangkan hak sang anak untuk dikandung secara normal, melalui hubungan perkawinan suami istri.
·                     Agama Katholik
Menurut agama katolik hubungan suami istri harus mempunyai tujuan union (persatuan suami istri) dan procreatin (terbuka untuk kemungkinan lahirnya anak). Maka, inseminasi baik yang heterolog (melibatkan pihak ke tiga) maupan yang homolog (antara hubungan suami istri itu sendiri) tidak sesuai dengan ajaran iman katolik, karena dalam prosesnya meniadakan proses union (persatuan suami istri).
·                     Agama Hindu
Inseminasi atau pembuahan secara suntik bagi umat Hindu dipandang tidak sesuai dengan tata kehidupan agama Hindu, karena tidak melalui samskara dan menyulitkan dalam hukum kemasyarakatan.
·                     Agama Budha
Dalam pandangan Agama Buddha, perkawinan adalah suatu pilihan dan bukan kewajiban. Artinya, seseorang dalam menjalani kehidupan ini boleh memilih hidup berumah tangga ataupun hidup sendiri. Hidup sendiri dapat menjadi pertapa di vihara sebagai Bhikkhu, samanera, anagarini, silacarini ataupun tinggal di rumah sebagai anggota masyarakat biasa.
Sesungguhnya dalam agama Budha, hidup berumah tangga ataupun tidak adalah sama saja. Masalah terpenting di sini adalah kualitas kehidupannya. Apabila seseorang berniat berumah tangga, maka hendaknya ia konsekuen dan setia dengan pilihannya, melaksanakan segala tugas dan kewajibannya dengan sebaik-baiknya. Orang yang demikian ini sesungguhnya adalah seperti seorang pertapa tetapi hidup dalam rumah tangga. Sikap ini pula yang dipuji oleh Sang Buddha. Dengan demikian, inseminasi tidak diperbolehkan dalam agama budha.

2.4                 Dampak Inseminasi
Keberhasilan inseminasi buatan tergantung tenaga ahli di labolatorium, walaupun prosedurnya sudah benar, bayi dari hasil inseminasi buatan dapat memiliki resiko cacat bawaan lebih besar daripada  dibandingkan pada bayi normal. Penyebab dari munculnya cacat bawaan adalah kesalahan prosedur injeksi sperma ke dalam sel telur. Hal ini bisa terjadi karena satu sel sperma yang dipilih untuk digunakan pada inseminasi buatan belum tentu sehat, dengan cara ini resiko mendapatkan sel sperma yang secara genetik tidak sehat menjadi cukup besar. Cacat bawaan yang paling sering muncul antara lain bibir sumbing, down sindrom, terbukanya kanal tulang belakang, kegagalan jantung, ginjal, dan kelenjar pankreas.
ABORSI
Aborsi dalam dunia kedokteran dikenal dengan istilah “abortus”.  Menurut Fact About Abortion, Info Kit on Women’s Health oleh Institute for Social, Studies and Action, Maret 1991, dalam istilah kesehatan aborsi didefinisikan sebagai penghentian kehamilan setelah tertanamnya telur (ovum) yang telah dibuahi dalam rahim (uterus), sebelum usia janin (fetus) mencapai 20 minggu. Aborsi atau gugur kandungan dapat dilakukan secara sengaja maupun tidak sengaja.
2.2   Hukum yang Mengatur tentang Aborsi Provoktus Bedasarkan Al- Quran, Hadits,  dan Para Ulama
Abortus provokatus merupakan jenis abortus yang sengaja dibuat/dilakukan, yaitu dengan cara menghentikan kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar tubuh ibu. Pada umumnya bayi dianggap belum dapat hidup diluar kandungan apabila usia kehamilan belum mencapai 28 minggu, atau berat badan bayi kurang dari 1000 gram, walaupun terdapat beberapa kasus bayi dengan berat dibawah 1000 gram dapat terus hidup.
Pengelompokan abortus provokatus secara lebih spesifik:
a.      Aborsi Spontan / Alamiah atau abortus spontaneous, aborsi yang dilakukan tidak sengaja atau alamiah berlangsung tanpa tindakan apapun.

b.      Abortus Provokatus Medisinalis/Artificialis/Therapeuticus, abortus yang dilakukan dengan disertai indikasi medik. Di Indonesia yang dimaksud dengan indikasi medik adalah demi menyelamatkan nyawa ibu.

c.       Abortus Provokatus Kriminalis (buatan atau sengaja), Adalah pengakhiran kehamilan sebelum usia kandungan 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Aborsi ini sengaja dilakukan tanpa adanya indikasi medik (illegal) dan disadari oleh calon ibu maupun si pelaksana aborsi (dalam hal ini dokter, bidan atau dukun beranak). ). Biasanya pengguguran dilakukan dengan menggunakan alat-alat atau obat-obat tertentu.

Tidak ada satupun ayat didalam Al-Quran yang menyatakan bahwa aborsi boleh dilakukan oleh umat Islam. Sebaliknya, banyak sekali ayat-ayat yang menyatakan bahwa janin dalam kandungan sangat mulia. Dan banyak ayat-ayat yang menyatakan bahwa hukuman bagi orang-orang yang membunuh  sesama manusia adalah sangat mengerikan.
a)      Pertama: Manusia  berapapun kecilnya adalah ciptaan Allah yang mulia.
Agama Islam sangat menjunjung tinggi kesucian kehidupan. Banyak sekali ayat-ayat dalam Al-Quran yang bersaksi akan hal ini. Salah satunya, Allah berfirman: “Dan sesungguhnya Kami telah memuliakan umat manusia.”(QS 17:70)

b)      Kedua: Membunuh satu nyawa sama artinya dengan membunuh semua orang. Menyelamatkan satu nyawa sama artinya dengan menyelamatkan semua orang.
Didalam agama Islam, setiap tingkah laku kita terhadap nyawa orang lain, memiliki dampak yang sangat besar. Firman Allah:  “Barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena sebab-sebab yang mewajibkan hukum qishash, atau bukan karena kerusuhan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang memelihara keselamatan nyawa seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara keselamatan nyawa manusia semuanya.” (QS 5:32)

c)      Ketiga: Umat Islam dilarang melakukan aborsi dengan alasan tidak memiliki uang yang cukup atau takut akan kekurangan uang.
Banyak calon ibu yang masih muda beralasan bahwa karena penghasilannya masih belum stabil atau tabungannya belum memadai, kemudian ia merencanakan untuk menggugurkan kandungannya. Alangkah salah pemikirannya. Ayat Al-Quran mengingatkan akan firman Allah yang bunyinya: “Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut melarat. Kamilah yang memberi rezeki kepada mereka dan kepadamu juga. Sesungguhnya membunuh mereka adalah dosa yang besar.” (QS 17:31)

d)     Keempat: Aborsi adalah membunuh. Membunuh berarti melawan terhadap perintah Allah.
Membunuh berarti melakukan tindakan kriminal. Jenis aborsi yang dilakukan dengan tujuan menghentikan kehidupan bayi dalam kandungan tanpa alasan medis dikenal dengan istilah “abortus provokatus kriminalis” yang merupakan tindakan kriminal – tindakan yang melawan Allah. Al-Quran menyatakan: “Adapun hukuman terhadap orang-orang yang berbuat keonaran terhadap Allah dan RasulNya dan membuat bencana kerusuhan di muka bumi ialah: dihukum mati, atau disalib, atau dipotong tangan dan kakinya secara bersilang, atau diasingkan dari masyarakatnya. Hukuman yang demikian itu sebagai suatu penghinaan untuk mereka di dunia dan di akhirat mereka mendapat siksaan yang pedih.” (QS 5:36).

e)      Kelima: Sejak kita masih berupa janin, Allah sudah mengenal kita.
Sejak kita masih sangat kecil dalam kandungan ibu, Allah sudah mengenal kita. Al-Quran menyatakan:”Dia lebih mengetahui keadaanmu, sejak mulai diciptakaNya unsur tanah dan sejak kamu masih dalam kandungan ibumu.”(QS: 53:32) Jadi, setiap janin telah dikenal Allah, dan janin yang dikenal Allah itulah yang dibunuh dalam proses aborsi.

f)       Keenam: Tidak ada kehamilan yang merupakan “kecelakaan” atau kebetulan. Setiap janin yang terbentuk adalah merupakan rencana Allah.
Allah menciptakan manusia dari tanah, kemudian menjadi segumpal darah dan menjadi janin. Semua ini tidak terjadi secara kebetulan. Al-Quran mencatat firman Allah: “Selanjutnya Kami dudukan janin itu dalam rahim menurut kehendak Kami selama umur kandungan. Kemudian kami keluarkan kamu dari rahim ibumu sebagai bayi.” (QS 22:5)  Dalam ayat ini malah ditekankan akan pentingnya janin dibiarkan hidup “selama umur kandungan”. Tidak ada ayat yang mengatakan untuk mengeluarkan janin sebelum umur kandungan apalagi membunuh janin secara paksa.

g)      Ketujuh: Nabi Muhammad SAW tidak pernah menganjurkan aborsi. Bahkan dalam kasus hamil diluar nikah sekalipun, Nabi sangat menjunjung tinggi kehidupan.
Hamil diluar nikah berarti hasil perbuatan zinah. Hukum Islam sangat tegas terhadap para pelaku zinah. Akan tetapi Nabi Muhammad SAW –  seperti dikisahkan dalam Kitab Al-Hudud – tidak memerintahkan seorang wanita yang hamil diluar nikah untuk menggugurkan kandungannya: Datanglah kepadanya (Nabi yang suci) seorang wanita dari Ghamid dan berkata,”Utusan Allah, aku telah berzina, sucikanlah aku.”. Dia (Nabi yang suci) menampiknya. Esok harinya dia berkata,”Utusan Allah, mengapa engkau menampikku? Mungkin engkau menampikku seperti engkau menampik Ma’is. Demi Allah, aku telah hamil.” Nabi berkata,”Baiklah jika kamu bersikeras, maka pergilah sampai anak itu lahir.” Ketika wanita itu melahirkan datang bersama anaknya (terbungkus) kain buruk dan berkata,”Inilah anak yang kulahirkan.”   Jadi, hadis ini menceritakan bahwa walaupun kehamilan itu terjadi karena zina (diluar nikah) tetap janin itu harus dipertahankan sampai waktunya tiba. Bukan dibunuh secara keji.
2.3   Perspektif (sudut pandang) aborsi dari tinjauan hukum agama Kristen.
Dalam Alkitab dikatakan dengan jelas betapa Tuhan sangat tidak berkenan atas pembunuhan seperti yang dilakukan dalam tindakan aborsi.
a.      Jangan pernah berpikir bahwa janin dalam kandungan itu belum memiliki nyawa. 
Yer 1:5 ~ “Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau, dan sebelum engkau keluar dari kandungan, Aku telah menguduskan engkau, Aku telah menetapkan engkau menjadi nabi bagi bangsa-bangsa.”
Kej 16:11; Kej 25:21-26; Hos 12:2-3; Rom 9:10-13; Kel 21-22; Yes 7:14; Yes 44:2,24; Yes 46:3; Yes 49:1-2; Yes 53:6; Ayb 3:11-16; Ayb 10:8-12; Ef 1:4; Mat 25:34; Why 13:8; Why 17:8

b.      Hukuman bagi para pelaku aborsi sangat keras.
Kel 21:22-25 ~ Apabila ada orang berkelahi dan seorang dari mereka tertumbuk kepada seorang perempuan yang sedang mengandung, sehingga keguguran kandungan, tetapi tidak mendapat kecelakaan yang membawa maut, maka pastilah ia didenda sebanyak yang dikenakan oleh suami perempuan itu kepadanya, dan ia harus membayarnya menurut putusan hakim.  Tetapi jika perempuan itu mendapat kecelakaan yang membawa maut, maka engkau harus memberikan nyawa ganti nyawa, mata ganti mata, gigi ganti gigi, tangan ganti tangan, kaki ganti kaki, lecur ganti lecur, luka ganti luka, bengkak ganti bengkak.
c.       Aborsi karena alasan janin yang cacat tidak dibenarkan Tuhan. 
Yoh 9:1-3 ~ Waktu Yesus sedang lewat, Ia melihat seorang yang buta sejak lahirnya.  Murid-muridNya bertanya kepadaNya: “Rabi, siapakah yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orang tuanya, sehingga ia dilahirkan buta?"” Jawab Yesus: “Bukan dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia…”
Kis 17:25-29; Mzm 94:9; Rom 8:28; Im 19:14; Yes 45:9-12
d.      Aborsi karena ingin menyembunyikan aib tidak dibenarkan Tuhan. 
Kej 19:36-38 ~ Lalu mengandunglah kedua anak Lot itu dari ayah mereka.  Yang lebih tua melahirkan seorang anak laki-laki, dan menamainya Moab; dialah bapa orang Moab yang sekarang.  Yang lebih mudapun melahirkan seorang anak laki-laki, dan menamainya Ben-Ami; dialah bapa bani Amon yang sekarang.
Kej 50:20; Rom 8:28

e.       Tuhan tidak pernah memperkenankan anak manusia dikorbankan. Apapun alasannya.
Kel 1:15-17 ~ Raja Mesir juga memerintahkan kepada bidan-bidan yang menolong perempuan Ibrani, seorang bernama Sifra dan yang lain bernama Pua, katanya: “Apabila kamu menolong perempuan Ibrani pada waktu bersalin, kamu harus memperhatikan waktu anak itu lahir: jika anak laki-laki, kamu harus membunuhnya, tetapi jika anak perempuan, bolehlah ia hidup.”  Tetapi bidan-bidan itu takut akan Allah dan tidak melakukan seperti yang dikatakan raja Mesir kepada mereka, dan membiarkan bayi-bayi itu hidup.
Yeh 16:20-21; Yer 32:35; Mzm 106:37-42 ; II Raj 16:3; 17:17 ; 21:6 ; Ul 12:31; 18:10-13; Im 18:21, 24 dan 30

f.       Anak-anak adalah pemberian Tuhan. Jagalah sebaik-baiknya.
Kej 30:1-2 ~ Ketika dilihat Rahel, bahwa ia tidak melahirkan anak bagi Yakub, cemburulah ia kepada kakaknya itu, lalu berkata kepada Yakub: “Berikanlah kepadaku anak; kalau tidak, aku akan mati.”  Maka bangkitlah amarah Yakub terhadap Rahel dan ia berkata:” Akukah pengganti Allah, yang telah menghalangi engkau mengandung?”
Mzm 127:3-5 ~ Sesungguhnya, anak laki-laki adalah milik pusaka dari pada Tuhan, dan buah kandungan adalah suatu upah.  Seperti anak-anak panah di tangan pahlawan, demikianlah anak-anak pada masa muda.  Berbahagialah orang yang telah membuat penuh tabung panahnya dengan semuanya itu.  Ia tidak akan mendapat malu, apabila ia berbicara dengan musuh-musuh di pintu gerbang.

2.4  Perspektif (sudut pandang) Aborsi dari tinjauan hukum agama Hindu.
Aborsi dalam Teologi Hinduisme tergolong pada perbuatan yang disebut "Himsa karma" yakni salah satu perbuatan dosa yang disejajarkan dengan membunuh, meyakiti, dan menyiksa. Oleh karena itulah perbuatan aborsi disetarakan dengan menghilangkan nyawa, maka aborsi dalam Agama Hindu tidak dikenal dan tidak dibenarkan.
Jadi jika aborsi dilihat dari kacamata agama dan alasan medis, ada beberapa perbedaan pandangan:
a)      Perbedaan Pandangan
Perbedaan pandangan mengenai relasi atau hubungan antara sang ibu dengan janin yang dikandung. Bilamana janin itu sepenuhnya bagian tubuh sang ibu maka yang “anti” aborsi menganggap aborsi melanggar hak-hak ibu. Atau sebaliknya kalau sang ibu itu hanya alat/instrumental saja selama 9 bulan 10 hari, maka ibu tidak mempunyai hak. Namun yang pasti secara teologis semuanya adalah hak Allah.
b)      Perbedaan Paham
Perbedaan paham mengenai kapan dimulainya kehidupan manusia. Pembuahan terjadi di rahim, di situlah kehidupan dimulai, tapi belum menjadi manusia. Jadi mempunyai potensi menjadi calon ‘siapa’. Semakin tua usia janin semakin komplek masalahnya bila melakukan aborsi. Bahwa benar atau salah melakukan tindakan aborsi, yang pasti salah.
Dalam kehidupan kita yang dipengaruhi oleh dosa, kita tidak jarang didorong atau dipaksa untuk melakukan perbuatan yang salah/dosa. Tetapi dalam alasan-alasan yang positif dan dapat dipertanggungjawabkan aborsi dapat dilakukan, misalnya untuk hal-hal yang jika tidak dilakukan akan mengakibatkan sesuatu yang sangat merugikan, missal demi keselamatan jiwa ibu. Namun ini bukan berarti tindakan aborsi diperbolehkan, karena aborsi tetap akan berlangsung terus. Justru masyarakat juga harus diberi terapi. Orang-orang yang mendorong aborsi itu yang harus diperhatikan juga. Oleh karena itu saya menegaskan bahwa etika menjadi efektif kalau tidak dilihat secara normatif semata, namun harus melihat realitas yang ada. Permasalahannya bukan boleh atau tidak boleh, benar atau tidak benar. Prinsip etika harus dikaitkan dengan kenyataan hidup. Realitas dosa inilah yang menyebabkan masalah aborsi tidak dapat dilihat secara “hitam” dan “putih.

2.5  Perspektif (sudut pandang) Aborsi dari tinjauan hukum agama Budha.
Dalam pandangan agama Buddha aborsi adalah suatu tindakan pengguguran kandungan atau membunuh makhluk hidup yang sudah ada dalam rahim seorang ibu.
Syarat yang harus dipenuhi terjadinya makhluk hidup:
a)      Mata utuni hoti : masa subur seorang wanita
b)      Mata pitaro hoti : terjadinya pertemuan sel telur dan sperma
c)      Gandhabo paccuppatthito : adanya gandarwa, kesadaran penerusan dalam siklus kehidupan baru (pantisandhi-citta) kelanjutan dari kesadaran ajal (cuti citta), yang memiliki energi karma.
                Dari penjelasan diatas agama Buddha menentang dan tidak menyetujui adanya tindakan aborsi karena telah melanggar pancasila Buddhis, menyangkut sila pertama yaitu panatipata. Suatu pembunuhan telah terjadi bila terdapat lima faktor sebagai berikut:
a)       Ada makhluk hidup (pano)
b)       Mengetahui atau menyadari ada makhluk hidup (pannasanita)
c)       Ada kehendak (cetana) untuk membunuh (vadhabacittam)
d)       Melakukan pembunuhan ( upakkamo)
e)         Makhluk itu mati karena tindakan pembunuhan ( tena maranam)
                Apabila terdapat kelima faktor dalam suatu tindakan pembunuhan, maka telah terjadi pelanggaran sila pertama. Oleh karena itu sila berhubungan erat dengan karma maka pembunuhan ini akan berakibat buruk yang berat atau ringannya tergantung pada kekuatan yang mendorongnya dan sasaran pembunuhan itu. Bukan hanya pelaku saja yang melakukan tindak pembunuhan, ibu sang bayi juga melakukan hal yang sama. Bagaimanapun mereka telah melakukan tindak kejahatan dan akan mendapatkan akibat di kemudian hari, baik dalam kehidupan sekarang maupun yang akan datang.
                Dalam Majjhima Nikaya 135 Buddha bersabda "Seorang pria dan wanita yang membunuh makhluk hidup, kejam dan gemar memukul serta membunuh tanpa belas kasihan kepada makhluk hidup, akibat perbuatan yang telah dilakukannya itu ia akan dilahirkan kembali sebagai manusia di mana saja ia akan bertumimbal lahir, umurnya tidaklah akan panjang".
                Hendaknya kasus aborsi yang sering terjadi menjadi pelajaran bagi semua pihak. Bagi para remaja tidak menyalahartikan cinta sehingga tidak melakukan perbuatan salah yang melanggar sila. Bagi pasangan yang sudah berumah tangga mengatur kelahiran dengan program yang ada dan bagi pihak-pihak lain yang terkait tidak mencari penghidupan dengan cara yang salah sehingga melanggar hukum, norma dan ajaran agama.











Tidak ada komentar:

Posting Komentar